Bahas Pilkada Jatim: Dari Kompas TV ke Sutan Syahrir Menteng
Oleh: ABD Aziz Juru Bicara Tim Pemenangan Cagub dan Cawagub Jatim, Ibu Tri Rismaharini Risma dan Zahrul Azhar Asumta (Gus Hans). Kini, Advokat, Legal Consultant, Mediator Non Hakim, CEO Firma Hukum PROGRESIF LAW, dan Sekjen DPP Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK)_
JAKARTA, TelusuR.id – Siang itu, langit Ibu Kota tampak cerah. Malamnya, penulis berbicara tentang potensi kemenangan Ibu Risma dan Gus Hans, bersamaan dengan debat Pilgub Jatim kedua di Menara Satu _Kompas TV_ pekan lalu. Situasi dan kondisi Jakarta tetap seperti biasa. Macet tapi tak padat merayap. Dengan langkah pasti, penulis menyusuri Jalan Diponegoro, Menteng. Ada apa, gerangan? Diskusi politik dan strategi pemenangan Pilkada.
Sejenak menjejakkan kaki di Kantor PDI Perjuangan besutan Ibu Megawati. Seorang negarawan, penjaga konstitusi, putri sang Proklamator yang membentangkan kemerdekaan negeri. Sejurus kemudian, bergerak ke Jalan Sutan Syahrir di kawasan Menteng. Sebelum berbincang dengan Sekjen PDI Perjuangan Doktor Hasto Kristiyanto soal elektabilitas Risma-Gus Hans yang melonjak signifikan, penulis menatap lekat wajah Bung Karno yang terpampang di ruang diskusi.
Sambil meneguk kopi hitam yang tersaji, perbincangan ringan pun dimulai. Pagelaran Pilkada Jatim menjadi topik utamanya. Suasana kian hangat saat membahas dukungan masyarakat pada Ibu Risma dan Gus Hans yang mengalir deras. Penulis memberikan garis bawah tebal (bold). Wajar, karena sosok Risma dan Gus Hans tiada henti turun dan menyapa masyarakat di 38 Kota dan Kabupaten. Menyampaikan visi dan misi serta program kerjanya. Dari saking tak terbendungnya dukungan, Risma-Gus Hans dinilai tinggal meyakinkan para pemilih rasional dan massa mengambang, yang lazim disebut _swing voter and floating mass_.
Kepada orang nomor 2 di jajaran elite PDI Perjuangan ini, sebagai Juru Bicara Tim Pemenangan, penulis menggambarkan perkembangan terkini di akar rumput setelah Ibu Risma dan Gus Hans menghadiri undangan masyarakat di hampir 7 sampai 14 tempat per hari. Selain struktur Partai telah bergerak secara otomatis, dukungan dari para relawan Risma dan Gus Hans kian menguat. Sosok Risma yang dinilai banyak kalangan telah meninggalkan warisan (legacy) membanggakan di Kota Surabaya yang menjadi jantungnya Jawa Timur hingga diakui dunia, menjadi alasan utama warga masyarakat berbondong memberikan dukungan pada pasangan ber-tagline: Resik-Resik Jatim, itu.
Pun, kehadiran Gus Hans yang demikian mencuri perhatian dan dielu-elukan oleh generasi milenial dan kaum perempuan. Selain wajahnya yang tampan dengan badan lebih tinggi dari Emil Dardak, masyarakat tahu tentang satu hal. Apa, itu? Tujuh tahun lalu, Gus Hans termasuk tokoh kunci dalam mengantarkan Khofifah-Emil ke Grahadi melalui kekuatan jaringan Pesantren yang tak diragukan. Kehadiran Gus Hans yang menjadi Cawagub Ibu Risma, memperkuat tingginya elektabilitas sehingga tak sedikit yang memprediksi pasangan nasionalis-religius ini potensial memenangi Pilgub Jatim.
Selain itu, mengapa Ibu Risma dan Gus Hans mendapatkan dukungan yang luar biasa dari segenap lapisan masyarakat Jatim? Setidaknya, ada sekian alasan yang menjadi benang merah diskusi politik kali ini. Misalnya, Ibu Risma adalah satu-satunya pemimpin Surabaya sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Timur yang mampu mengelola sebuah Kota dengan prinsip transparansi sehingga para pejabatnya tak cukup nyali untuk bermain-main dalam mengambil keuntungan. Baik langsung maupun tidak langsung. Semua berfikir seribu kali untuk mengotak atik anggaran yang berpotensi merugikan masyarakat.
Sedangkan Gus Hans, walaupun berlatar belakang tokoh Pesantren dengan jaringan yang kuat, juga politisi Partai berlambang pohon beringin. Sebagai Wakil Ketua Golkar Jawa Timur, tentu turut berkontribusi dalam membesarkan Partai yang dinahkodai Muhammad Sarmuji, yang kini duduk sebagai Sekjen Partai yang dipimpin Bahlil Lahadalia. Artinya, dunia politik tidak anyar bagi Gus Hans. Jadi, terbantahkan bahwa, Pengasuh Pesantren Queen Al-Azhar Darul Jombang itu tak punya bekal politik yang cukup. Sempat pula digadang-gadang berlaga di Pilkada Kabupaten Jombang, tapi akhirnya masuk radar untuk Pilkada Jawa Timur karena memiliki rekam jejak politik adu gagasan dan politik keadaban yang layak diperjuangkan.
Pada ruang prestasi yang lain, Ibu Risma mampu menutup Gang Dolly yang eksis sejak 1965, dan menyediakan lapangan pekerjaan pada mereka, eks penghuni lokalisasi itu. Ibu Risma memilih memimpin langsung dalam melakukan proses penutupan Dolly karena karakter dasarnya tak biasa memerintahkan atau mengandalkan bawahan. Tepatnya, pemimpin yang baik, yang selalu berada di depan. Bukan di belakang meja dengan setumpuk disposisi kerja. Jika kita tengok ke belakangan, sudah berapa kepemimpinan di Surabaya, bahkan Provinsi Jawa Timur, namun minus _leadership skill_ untuk mencari jalan keluar bagi prostitusi yang kerap dikunjungi pria tak sejati. Ibu Risma menjadi lentera kebahagiaan, yang manfaatnya, dirasakan oleh masyarakat. Baik kalangan muslim maupun non muslim.
Pada bagian lain, berkat kerja keras dan nilai (value) yang melekat sebagai birokrat toleran-penjaga keberagaman, Ibu Risma pernah dinobatkan sebagai 50 pemimpin terbaik dunia, dan Wali Kota terbaik ketiga di dunia. Namun, penghargaan bergensi itu tak membuat Ibu Risma berpuas diri. Ia terus bekerja hingga wajah Kota Surabaya menjadi sebersih dan seindah seperti saat ini. Karena keibuan yang terpancar dalam diri Ibu Risma, dan jiwanya yang terpanggil saat menyaksikan masyarakat yang teraniaya dan miskin, ia kemudian masuk dalam 10 wanita paling menginspirasi karena berhasil memimpin Kota Surabaya, seperti dilansir dalam majalah kenamaan: _Forbes_.
Tak terkecuali, apakah Ibu Risma dan Gus Hans bersungguh-sungguh ingin mewujudkan Jawa Timur yang bersih dari korupsi? Jawabannya, iya! Mari kita uji. Jauh sebelumnya, Ibu Risma pernah menerima penghargaan _Bung Hatta Anti Korupsi Award_ karena berhasil mengeluarkan terobosan lelang pengadaan barang elektronik, yang berjalan secara transparan tanpa diikuti gratifikasi. Dalam konteks ini, diantara tiga Paslon Pilgub Jatim, hanya Ibu Risma yang mendapatkan penghargaan sebagai pemimpin yang anti korupsi.
Nah, dari sisi kualifikasi profesionalisme dan kontribusinya dalam dunia tata kelola (arsitektur), Ibu Risma mendapatkan gelar Doktor kehormatan dari kampus ternama di Busan, Korea Selatan (Korsel) di mana sebelumnya gelar Doktor Honoris Causa diberikan oleh Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya dalam kategori serupa. Apa konfirmasinya, Ibu Risma bukanlah pemimpin yang ahli merangkai kata. Namun, terbiasa menyajikan fakta prestasi mendunia, yang disaksikan dan dirasakan langsung oleh berjuta asa.
Terakhir, apa pesan penting dari Sekjen PDI Perjuangan untuk Tim Pemenangan Jatim maupun Kota dan Kabupaten serta relawan Risma-Gus Hans se-Jawa Timur? Bekerjalah dengan baik dan benar dalam menyampaikan warisan prestasi Ibu Risma dan perhatian serius Gus Hans pada dunia Pesantren. Bergeraklah dengan prinsip kerja yang: terencana, terukur, dan terprediksi dalam mengkomunikasikan visi-misi dan program kerja Risma-Gus Hans. Raihlah simpati masyarakat di luar struktur Partai (automatically) maupun kalangan Pesantren yang menjadi ciri utama Gus Hans.