JOMBANG, TelusuR.ID – Krisis multidimensi yang melanda Indonesia selama beberapa tahun belakangan ini semakin bertambah satu dimensinya usai Pemilu 2024 yang masih menyisakan aneka kontroversinya. Akumulasi carut marut pengelolaan negara selalu menjadi persoalan dalam transisi kekuasaan dari pemimpin sebelumnya ke pemegang tampuk selanjutnya. Akan semakin carut marut atau terjadi upaya anomali, tergantung visi kekuasaan yang baru.
Tahun 2024 bangsa ini menjalani pergantian nama penguasa, namun sesungguhnya tidak dengan kekuasaannya. Ratusan juta masyarakat penghuni bumi Nusantara khatulistiwa ini masih menyimpan aneka pertanyaan yang belum terjawab, akan dibawa kemana arah perjalanan bangsa ini? Pertanyaan dari seorang rakyat biasa akan berbeda dengan pertanyaan yang sama untuk kalangan elit kekuasaan yang dipercaya mengemudikan perahu bangsa berlayar.
Ormas lintas agama, budaya dan kebhinekaan Pejuang Nusantara Indonesia Bersatu (PNIB) menjadi salah satu organisasi yang konsisten mengawal pemerintah dari waktu ke waktu. Awak media berhasil menemui ketua umumnya AR Waluyo Wasis Nugroho atau yang akrab disapa Gus Wal di Jakarta untuk melakukan wawancara terkait kondisi bangsa pasca Pemilu.
“Kita sebagai masyarakat biasa sedang dalam kondisi sedih sesedih-sedihnya. Arah bangsa ini ke depannya bagaimana sudah terbaca dengan jelas. Mereka akan melanjutkan kekuasaan dengan berbagai cara demi keberpihakan kepada kaum kapitalis yang berdiri di atas penderitaan rakyat” ujar Gus Wal penuh keprihatinan.
Kaum kapitalis yang dimaksud Gus Wal tak lain adalah para pengusaha dan konglomerat yang selama ini menguasai sumber daya alam (SDA). Kekayaan alam bangsa yang melimpah sesuai amanat UUD 45 untuk kemakmuran bangsa telah dimanipulasi secara terstuktur sistemik dan massif justru untuk kepentingan segolongan orang.
“Kita wajib bersyukur menjadi bangsa yang dianugerahi SDA melimpah, namun rasa syukur yang menjadi tanggungjawab kita kepada Tuhan tidak sebanding dengan upaya eksplorasi ugal-ugalan yang dilakukan segelintir orang yang berkolaborsi dengan kekuasaan. Kasus salah kelola tambang timah yang merugikan negara 271 triliun mustahil hanya dilakukan oleh mereka yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Negara ini sampai kecolongan sebesar itu yang pasti sudah menjadi sebuah sistem, bukan sekedar modus korupsi. Kita masyarakat miskin membayangkan negara sedang mendzolimi hak rakyatnya sendiri. Harga pangan yang semakin mahal terasa sekali di masyarakat bawah, bahkan untuk menunaikan kewajibannya membayar zakat masih banyak yang kesulitan.” lanjut pria berambut panjang yang aktif turun ke jalan menyuarakan anti khilafah, wahabi, Intoleransi, radikalisme dan terorisme di berbagai kota bersama PNIB.
Menurut Gus Wal akar pemasalahan bangsa ini menjadi gemar berkorupsi karena lemahnya peran dan kedaulatan pemerintah menjaga kepentingan aset nasional.
“Jangan hanya bangga dengan pembangunan infrastruktur yang gila-gilaan, tapi kita coba berpikir kritis. Kitalah yang sebenarnya membiayaai itu semua, namun kita tidak mendapatkan keadilan. Contoh paling nyata infrastruktur jalan tol. Lebaran 2024 yang ketika akan terjadi arus mudik, masyarakat hanya mendapatkan tarip diskon 20% saja,namun jangan lupa sebelum lebaran tarip itu sudah merangkak naik tanpa kita sadari. Di Malaysia pemerintah menggratiskan semua jalan tol pada momentum lebaran. Pemerintah kita masih belum mampu karena masih dalam kendali kekuasaan investor yang tidak ingin kehilangan pendapatannya serupiahpun.” jelas Gus Wal panjang lebar.
Pada sisi lain Gus Wal juga menyoroti masih maraknya paham Wahabi khilafah yang masih bebas disebarluaskan di Indonesia. Ajaran Wahabi menurut Gus Wal adalah ibu kandung paham khilafah, wahabi Khilafah yang melahirkan bibit tunas intoleransi radikalisme separatisme terorisme.
“Sekedar jadi bahan perbandingan saja, Malaysia sudah melarang ajaran Wahabi karena mereka paham bibit intoleransi muncul dari pemahaman keliru tentang agam Islam tersebut. Mengapa kita masih belum mampu melarang ajaran tersebut, salah satu faktornya karena kita belum sepenuhnya paham arti kebhinekaan, perbedaan dan SARA. Para penentu kebijakan masih mempertimbangkan mayoritas dan minoritas sebagai hal sakral yang harus dipertahankan. Sementara dalam kubu mayoritas sendiri banyak perbedaan yang secara prinsip saling bertentangan” lanjut Gus Wal.
Situasi sulit yang dialami bangsa ini bagi Gus Wal bukan jadi alasan untuk pesimis akan terjadinya perubahan mendasar. Gus Wald dan PNIB akan terus menyuarakan protes sebagai sisi keseimbangan.
“Dalam situasi apapaun jangan berhenti bersuara. Saya dan PNIB akan kan terus bergerak berjuang mengedukasi kesadaran masyarakat secara nyata. Kami yang sudah sadar terlebih dahulu punya tanggungjawab menyuarakan keadilan yang menjadi hak semua manusia tanpa bertanya apa agama dan sukunya. Karena sedetik kita berhenti bersuara, kita telah terjajah” Wujudkan Indonesia Tanpa Koma, Indonesia Yang Setara Tanpa Intoleransi Radikalisme Separatisme Terorisme dengan nyata negara bersikap tegas terhadap Wahabi Khilafah yang kian semakin hari kian berkembang pesat dalam senyap”, pungkas Gus Wal di akhir wawancara.