JOMBANG, TelusuR.ID – Dua SMAN di kota santri disebut bakal membangun gedung sekolah dengan mengandalkan sumbangan dari wali murid. Berdasarkan informasi yang dihimpun, masing-masing sekolah diduga mematok besaran sumbangan di angka Rp 800 juta dan Rp 1,5 milyar.
Untuk SMAN dengan target sumbangan Rp 1,5 milyar, alokasi anggaran disebut bakal digunakan untuk pembangunan gedung perpustakaan sekolah. Sedang SMAN dengan target sumbangan sebesar Rp 800 juta, sejauh ini belum diketahui gedung seperti apa yang hendak dibangun.
Hingga berita ini ditulis, Kamis (2/11/2023), kebenaran informasi tersebut belum mendapat tanggapan dari masing-masing sekolah. Termasuk, apakah besaran sumbangan dipatok sama ataukah ada perlakuan berbeda atas setiap wali murid, sejauh ini hal itu belum terkonfirmasi.
Khusus untuk SMAN yang mematok besaran sumbangan diangka Rp 1,5 milyar, keputusan ini disebut sudah diambil pada tahun sebelumnya. Dan saat ini, sejumlah wali murid yang sudah melunasi uang sumbangan, disebut tengah melakukan desakan agar gedung perpustakaan segera direalisasikan.
Menyikapi hal tersebut, Pentolan LSM di Jombang mengaku cukup menyayangkan sikap yang diambil 2 sekolah negeri tersebut. Sebab, selain hal ini merupakan pengulangan isu klasik yang hampir setiap tahun terjadi, juga pihak sekolah melalui Komite Sekolah seperti tidak pernah kapok melegalkan praktik sumbangan sekolah.
“Apapun dalihnya, praktik seperti ini hanya meneguhkan penegasan bahwa yang namanya sekolah gratis memang tidak pernah ada. Padahal alokasi 20 persen APBN untuk dunia pendidikan adalah demi menjamin terwujudnya wajib belajar 12 tahun. Saya melihat, praktik sumbangan sekolah adalah ancaman dan beban bagi dunia pendidikan, “tegasnya.
Tentu saja, lanjutnya, pihak sekolah akan dengan mudah memilih dalih bahwa sumbangan sekolah terjadi bukan atas kehendaknya. Melainkan, hal itu terjadi karena wali murid melalui Komite Sekolah sudah bersepakat untuk memberikan sumbangan kepada lembaga sekolah untuk peningkatan mutu pendidikan.
Setali tiga uang, Komite Sekolah dipastikan akan pasang badan untuk menyelamatkan dan melindungi kepentingan pihak sekolah. Dalam beberapa kesempatan, sering ditemui pihak Komite Sekolah mengatakan bahwa sumbangan sekolah terjadi bukan karena paksaan melainkan karena kesadaran.
Terkait alasan klasik yang sering dipakai pihak sekolah dan komite tersebut, pentolan LSM meminta agar semua pihak bisa membedakan antara pungutan dan sumbangan. “Secara sederhana, yang dimaksud pungutan berarti pelaksanaannya bisa dijadwalkan, dan besarannya bisa ditentukan. Sedang sumbangan tidak boleh dijadwalkan, apalagi besarannya ditentukan, “tegasnya.
“Kalaupun sumbangan sekolah oleh wali murid itu dibolehkan, misalnya, maka pelaksanaannya harus bersifat insidentil dan tidak bisa dijadwalkan. Karena substansi dari sumbangan adalah keikhlasan. Jadi pada saat pengumuman dilakukan, seharusnya saat itu pula uang sumbangan terkumpul. Berapapun yang diperoleh, itulah yang disebut sumbangan, “ujarnya.
“Lha kalau sumbangan sekolah berujung pada target angka nominal, masak iya yang demikian itu disebut sumbangan? Saya meyakini 2 SMAN yang mematok angka sumbangan dikisaran Rp 800 juta dan Rp 1,5 milyar itu bukan lagi sebentuk sumbangan. Tetapi sudah menyeret wali murid untuk terlibat dalam pemenuhan target anggaran, “tambahnya.
Untuk mengupas lebih jauh apa yang terjadi dengan 2 SMAN di kota santri tersebut, serta bagaimana Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, Permendikbud 44/2012 tentang pungutan dan sumbangan biaya pendidikan, serta PP 48/2008 tentang pendanaan pendidikan, itu sudah diterapkan? TelusuR.ID akan mengulasnya dalam bentuk kemasan berita bersambung. (red)