Sisi Bopeng Proyek Raksasa 107 M (5): SUDAH SNI KOK MASIH DISOAL?

0
190 views
Bagikan :

JOMBANG, TelusuR.ID      –      Bukan menyoal, tapi mempertanyakan. Bukan mempertanyakan, tapi meluruskan. Bukan sekedar meluruskan, tapi mengawal bagaimana uang negara sudah dibelanjakan dengan benar dan terhindar dari kerugian. Itu intinya.

Jika sekedar SNI parameternya, maka kebutuhan akan kualitas cenderung terkesampingkan. Jika sekedar SNI ukurannya, maka menguapnya (kerugian) uang negara bukan lagi sebuah persoalan. Jika sekedar SNI parameternya, maka setiap subyektifitas dari tafsir dangkal, akan dengan mudah memporandakan tatanan keuangan negara.

Betul. Dokumen RAB memang tidak menyebut merk tertentu, tetapi RAB hanya mematok SNI. Karenanya, jika kontraktor menggunakan semen merk Singa Merah sebagai bahan pasangan batu, itu sama sekali tidak salah. Kenapa? Karena semen merk Singa Merah sudah berlabel SNI.

Namun demikian, derajat SNI tidak tunggal. Tetapi, ada kelas dan tingkatannya. Merujuk ketentuan Peraturan Menteri PUPR Nomer 1/2022, semen yang dianggap layak untuk pembangunan proyek pemerintah adalah semen dengan berat jenis 3,15 ton/meterkubik. Semen Gresik masuk kategori itu. Sedang Singa Merah hanya mengantongi berat jenis 3,01 ton/meterkubik. Memang sudah SNI, tapi tidak standar Kementerian PUPR.

(Terkait masalah standarisasi semen menurut Permen PUPR 1/2022 tentang Pedoman Penyusunan Perkiraan Biaya Pekerjaan Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, TelusuR.ID akan membahasnya secara khusus pada episode selanjutnya. Jadi, SNI yang dimaksud bukan asal SNI).

Selanjutnya, berdasarkan dokumen RAB, diketahui volume pasangan batu pada proyek rigid Sumbergondang-Ploso adalah 15.793,75 meterkubik. Dari volume itu, kebutuhan semen mencapai 3.190.337,5 kilogram atau setara 78.000 sak semen ukuran 40 Kg. Pertanyaannya, berapa sebenarnya harga satuan pekejaan pasangan batu per meterkubik?

Merujuk ketentuan Permen PUPR 1/2022, harga satuan pekerjaan pasangan batu dengan menggunakan molen terbagi dalam 3 bagian. Pertama, bagian Tenaga Kerja. Rinciannya, (1) pekerja dalam O/H dengan koefisien 1,000, (2) Kepala Tukang dalam (O/H) dengan koefisien 0,500, (3) Mandor dalam OH dengan koefisien 0,1000.

Bagian Kedua adalah Bahan. Rinciannya, (1) Batu Belah (m3) dengan koefisien 1,200, (2) Pasir Pasang (m3) dengan koefisien 0,485, (3) Portland Cement (Kg) dengan koefisien 202 (atau per meterkubik butuh semen 202 Kg). Bagian Ketiga adalah Peralatan. Rinciannya, molen kapasitas 0,3 m3 (Hari) dengan koefisien 0,0726.

Berikutnya adalah soal upah tenaga kerja. Berdasarkan referensi satuan harga dasar yang diterbitkan Konsultan Manajemen Proyek (KMP) Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBJN VIII) Jawa Timur – Bali, Tahun 2022, diketahui upah pekerja pada pasangan batu dengan molen adalah Rp 105 ribu/hari untuk pekerja, dan Rp 150 ribu/hari untuk mandor.

Selanjutnya, harga satuan dasar Bahan. Antaralain Batu Belah Rp 180 ribu/m3, Pasir Pasang Rp 175 ribu/m3, serta Portland Cement Rp 2000 per kilogram. Dengan demikian, harga satuan pasangan batu per meterkubik adalah Rp 1.273.165. Angka ini merupakan harga pagu dengan komponen semen seharga Rp 2000/Kg. Padahal harga semen Singa Merah hanya Rp 1100 per kilogram.

Berdasarkan dokumen lelang, diketahui pagu proyek Sumbergondang-Ploso adalah Rp 42.105.953.000,00, dengan nilai kontrak sebesar Rp 35.369.446.505,08. Artinya, harga kontrak jatuh diangka 84 persen. Jika per meterkubik pagu adalah Rp 1.273.165, maka dengan pendekatan statistik, penurunan 16 persen berarti Rp 1.069.458 per meterkubik.

Pendekatan statistik berarti seluruh komponen harga terjadi penurunan 16 persen. Secara teori, pendekatan ini cukup dimungkinkan (pendekatan rata-rata). Dengan demikian, harga semen yang semula dipatok Rp 2000/Kg, setelah turun 16 persen tinggal Rp 1.680. Padahal harga ritel Singa Merah hanya Rp 1100/Kg. Sehingga terjadi selisih Rp 580 per kilogram.

Pertanyaannya, berapa sebenarnya harga satuan pekerjaan pasangan batu proyek Sumbergondang-Ploso? Benarkah per meterkubik dibandrol Rp 1.068.458? Sebab, jika angka ini benar, pembelian Singa Merah terjadi kelebihan Rp 580/Kg atau setara Rp 1,8 milyar. Sementara harga pasar ritel Singa Merah terpaut Rp 300 dengan Semen Gresik atau setara Rp 957 juta.

Bagaimana dengan standar satuan harga yang diterbitkan Pemkab Jombang? Benarkah proyek APBN yang dikerjakan di Jombang tetap menggunakan harga APBN? Bukankah pengadaan bahan material dan pengadaan tenaga kerja sangat mungkin dipenuhi dari sumber daya lokal? Ikuti terus laporannya hanya di TelusuR.ID. (din)

 

 

Tinggalkan Balasan