JOMBANG, TelusuR.ID – Merujuk ketentuan Instruksi Presiden (Inpres) Nomer 3 Tahun 2023, Pemkab Jombang tidak bisa menolak untuk tidak terlibat dalam pelaksanaan proyek preservasi jalan Kabuh-Tapen dan jalan Sumbergondang-Ploso. Keterlibatan itu khususnya terkait kesiapan administratif tahap pra tender.
Masalahnya, Pemkab terkesan belum siap. Akibatnya kekacauan muncul disana-sini. Sedikitnya, TelusuR.ID mencatat ada 2 poin kekacauan yang timbul. Salah satunya adalah soal target pemindahan puluhan tiang listrik di ruas Sumbergondang-Ploso yang hingga kini belum tuntas.
Sumber di Dinas PUPR Jombang mengaku sempat dibuat pusing oleh urusan yang satu ini. Hal ini karena PPK proyek (pihak BBJN V) minta ruas Sumbergondang-Ploso dibersihkan dari tiang listrik, sementara pihak PLN bersedia melakukan itu hanya jika ongkos pemindahan dipenuhi.
Tentu, hal ini akan memicu persoalan baru. Sedikitnya, proyek Sumbergondang-Ploso terancam molor dari jadwal. Sebab, pemindahan tiang listrik berarti masuk ke persil warga. Selain menambah ongkos ganti rugi, juga memerlukan waktu untuk mencapai kata sepakat.
Disisi lain, pengerjaan proyek rigid jalan Sumbergondang-Ploso tidak bisa ditunda karena berkaitan dengan jadwal dan deadline yang ketat. Akibatnya, pengerjaan TPJ tetap berlangsung meski tiang listrik belum dipindahkan. Pemandangan itu bisa ditemui di sisi ruas jalan Desa Sumbergondang.
Kekacauan berikutnya adalah soal “proyek kawin” yang sempat memicu dugaan double acounting. Hanya, masalah ini cepat diselesaikan dengan penerbitan adendum. Sehingga proyek rigid APBD kawasan pasar Tapen terjadi pengurangan panjang dari 1800 meter menjadi 1000 meter.
Meski panjangnya berkurang, namun volume pekerjaan tidak berubah. Sehingga nilai kontrak juga tidak berubah. Hanya, jika pada awal perencanaan lebar jalan 6 meter, pada dokumen adendum berubah menjadi 9 meter. Akibatnya batas proyek APBD hanya sampai di perempatan Bakalanrayung.
Kasus “proyek kawin” itu terjadi di titik perempatan Bakalanrayung hingga ke barat 800 meter. Pada rencana awal, area ini masuk obyek APBD karena panjangnya mencapai 1800 meter (lebar masih 6 mete). Sedang proyek rigid APBN Kabuh-Tapen juga memilik batas hingga perempatan Bakalanrayung. Sehingga terjadi “proyek kawin” sepanjang 800 meter.
Dugaan kerugian negara sempat mencuat. Seorang Sumber menegaskan, dugaan kerugian menggunakan 2 pendekatan harga. Tergantung proyek mana yang dikalahkan. Jika pendekatannya adalah harga APBD, dugaan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 2 milyar. Sedang jika menggunakan harga APBN, kerugian negara ditaksir mencapai Rp 5 milyar.
Ditemui diruang kerjanya, Kamis (8/6/2023) silam, Kepala Dinas PUPR Jombang Bayu Pancoroadi yang didampingi Kepala Bidang Binamarga Agung Setiajit, menegaskan bahwa hal itu terjadi lebih dipicu faktor miskomunikasi antara Pemkab dan Pemerintah Pusat (Kementerian).
Secara kronologis, tutur Bayu, munculnya kasus “proyek kawin” cukup bisa dimaklumi. Ini karena proyek APBD lebih dulu muncul dibanding proyek APBN. “Sehingga awalnya kami hanya fokus pada pekerjaan sendiri (panjang 1800 meter lebar 6 meter). Bahwa kemudian terjadi tabrakan ruas, ya itu hanya soal revisi saja, “tegasnya.
Diakui, munculnya proyek APBN senilai Rp 107 milyar memang usulan dari pihaknya. Artinya, penetapan gambar kedua proyek bersumber dari pihak yang sama yaitu Dinas PUPR Jombang. Sehingga kasus “proyek kawin” seharusnya memang tidak terjadi.
“Kami bukan tidak tahu itu (bentrok gambar, red). Tetapi kami berpendapat itu (proyek APBN) masih bersifat usulan yang tidak ada jaminan bakal disetujui. Disisi lain, usulan itu muncul setelah perencanaan proyek APBD sudah matang. Sehingga usulan sengaja dibuat maksimal dengan pertimbangan jika disetujui tinggal dilakukan revisi saja, “terangnya.
Karenanya, lanjut Bayu, proyek APBD senilai Rp 6,5 milyar dengan nilai kontrak sebesar Rp 5 milyar itu akhirnya dilakukan adendum. “Pada akhirnya proyek APBD harus mengalah dan menyesuaikan dengan konsep proyek APBN. Bentuk penyesuaian yang diamksud adalah adendum, “ujarnya. (din)