JOMBANG, TelusuR.ID – Melalui saluran berita, Sekretaris DPRD Jombang Bambang Sriyadi, akhirnya melempar klarifikasi terkait belanja mamin (makanan dan minuman) tahun anggaran 2023. Bambang merasa perlu melakukan itu untuk meluruskan pemberitaan yang dinilainya miring.
Dalam klarifikasinya, Bambang mengkalim sudah melaksanakan anggaran kegiatan sesuai SOP (Standart Operasional Procedure). Khusus untuk mamin, ia menyebut penetapan rencana kegiatan sudah direview oleh Inspektorat dan dievaluasi oleh Gubernur Jawa Timur.
Belum diketahui, apa yang dimaksud Bambang dengan SOP. Jika itu merujuk pada ketentuan pasal 65 Peraturan DPRD Jombang 1/2020 tentang tata tertib DPRD Jombang, dimana dewan mendapat jatah reses 3 kali dalam setahun, tentu klaim Bambang soal SOP sama sekali tidak salah.
Namun, sergah seorang Sumber, itu baru satu poin. Sementara di gedung dewan masih banyak kegiatan lain yang seharusnya juga berbasis SOP. Salah satunya adalah belanja mamin. Tentu SOP (pengadaan) mamin tidak merujuk pada tatib dewan, tetapi tunduk pada Perpres 16/2018 beserta aturan turunannya.
“Apa tatib dewan boleh mengatur soal pengadaan barang dan jasa pemerintah? Kalau memang boleh, tolong sebutkan pasalnya beserta cantolan konstruksinya? Sekali pun ada, misalnya, tetap saja induk regulasi pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah Perpres dan Peraturan LKPP, “urainya.
Terkait polemik paket mamin senilai Rp 1.140.000.000 yang belakangan diklaim bagian dari kegiatan reses, tutur Sumber, Setwan dinilai andil membuat kesalahan. Hal ini karena keterangan pada deskripsi paket tidak menyebut soal reses, tetapi hanya berlabel belanja mamin rapat.
Sumber menilai, model deskripsi seperti ini cenderung dimaksudkan untuk pengaburan paket. Padahal sirup LKPP adalah sebentuk produk hukum. “Jadi apa yang muncul di sirup, itulah yang terbaca sebagai dokumen publik. Lagi pula, apa tujuan Setwan menutupi rincian kegiatan? “sergahnya.
Meski deskripsi paket tidak ada keterangan reses, namun kebutuhan mamin tetap terbaca. Sebagaimana klarifikasi Bambang, paket tersebut ternyata butuh 24 ribu nasi kotak dan 24 ribu kue kotak. Angka ini muncul, karena Bambang menyebut detail kegiatan adalah 3 (lokasi) x 2 (kegiatan) x 80 (kotak) x 50 (anggota dewan) = 24 ribu kotak.
Dengan satuan harga nasi kotak Rp 30 ribu (atau harga tertinggi sesuai Perbup), maka anggaran yang diperlukan untuk nasi kotak (30.000 x 24.000) adalah Rp 720.000.000. Begitu pun dengan kue kotak. Dengan tarif per kotak Rp 17.500, maka angka yang muncul adalah Rp 420.000.000.
“Sebagaimana klarifikasi Bambang, bahwa per kotak nasi adalah Rp 30 ribu dan per kotak kue adalah Rp 17.500, maka untuk 24 ribu kotak dibutuhkan dana Rp 1.140.000.000. Berarti anggaran terserap habis dong? Karenanya, Setwan diminta untuk bersedia buka dokumen pencairan, “ujarnya.
Mamin Kok Dikecualikan
Dalam klarifikasinya, Bambang sama sekali tidak menjelaskan kenapa pengadaan 24 ribu nasi kotak dan kue kotak untuk kegiatan reses dewan itu dilaksanakan dengan metode Dikecualikan. Padahal Peraturan LKPP 5/2021 dengan gamblang menyebut mamin tidak termasuk yang bisa Dikecualikan.
“Inilah yang disebut klarifikasi setengah hati. Satu sisi Bambang nampak begitu cakap mengurai tatib dewan terkait jatah reses 3 kali dalam setahun, tapi disisi lain tidak sedikitpun menjelaskan kenapa mamin bisa Dikecualikan, “protesnya.
Secara umum, tegas Sumber, metode Dikecualikan berarti pengadaan mamin dilakukan dengan pembelian langsung. Tapi sifatnya beda dengan Pengadaan Langsung dan Penunjukan Langsung yang terikat batasan pagu dan syarat khusus. Intinya, metode Dikecualikan punya kebebasan lebih dari PL.
Jika Pengadaan Langsung terikat aturan pembelian Rp 10 juta butuh dukungan nota, maksimal pembelian Rp 50 juta butuh kwitansi, di atas Rp 50 juta hingga Rp 200 juta butuh dukungan SPK alias perlu menggandeng rekanan. Sedang Penunjukan Langsung pagunya tidak terbatas, hanya saja harus mengantongi syarat khusus.
Pada metode Dikecualikan, tutur Sumber, aturan tersebut sama sekali tidak berlaku. Dengan demikian pembelian mamin bisa dilakukan seenaknya. Sehingga untuk penetapan tarif dan pemilihan penyedia rawan terjadi “permainan”.
“Selain diduga menyimpang karena paket dilaksanakan dengan metode Dikecualikan, pertanyaan besarnya adalah beranikah Setwan membuka dokumen pembelian mamin untuk publik? Hal ini penting untuk memastikan validasi harga. Dan itulah yang disebut SOP, “ujarnya. (din)