JOMBANG, TelusuR.ID – Sekretariat DPRD Jombang akhirnya menjawab surat klarifikasi yang dilayangkan LSM GeNaH (Generasi Nasional Hebad) pada Senin (5/6/2023) lalu. Dalam klarifikasinya, Sekwan memberi penegasan tentang 3 hal sebagaimana poin surat yang dikirim LSM Pimpinan Hendro Suprasetyo tersebut.
Antaralain soal dasar penetapan angka tunjangan perumahan anggota dewan yang tembus angka Rp 18.800.000 per bulan. Juga, soal besaran tunjangan transportasi anggota dewan yang mencapai Rp 12.900.000 per bulan. Terakhir, Sekwan juga mengklarifikasi soal kegiatan appraisal tunjangan dewan.
Sayangnya, surat klarifikasi yang dikirim pada Selasa (13/6/2023) itu dinilai belum menyentuh substansi permasalahan. Hendro menegaskan, dari 3 poin pertanyaan, Sekwan hanya melempar jawaban normatif dengan menyebut penetapan angka (tunjangan perumahan dan transportasi) sudah sesuai aturan yang berlaku.
“Sekwan tidak salah. Hanya saja gagal memahami substansi pertanyaan. Jika yang dimaksud dengan sudah sesuai aturan berlaku itu merujuk pada Perbup 5/2022, tentu tidak salah, karena besaran tunjangan memang ditetapkan melalui Perbup. Masalahnya adalah darimana angka itu muncul? Itu pertanyaannya? “terang Hendro.
Ditegaskan Hendro, pertanyaan tersebut cukup penting dikemukakan untuk memastikan tidak terjadi penggelembungan anggaran. Sebab update data terbaru menjelaskan, tunjangan perumahan DPRD Jombang tercatat menjadi yang tertinggi se Jawa Timur untuk kategori Kabupaten.
“Tentu saja angka ini terbilang aneh. Karena besarannya melampaui angka tunjangan perumahan anggota DPRD Kabupaten Gresik dan Sidoarjo. Padahal Gresik dan Sidoarjo masuk 3 besar ekonomi Jawa Timur. Sehingga harusnya tunjangan perumahan anggota dewan Jombang dibawah itu, “jelasnya.
Karenanya, lanjut Hendro, perlu ada penjelasan terukur terkait asal-muasal atau dasar penetapan angka tunjangan. Pada poin ini, Hendro cukup menyayangkan jika penetapan angka ternyata didasari sahwat politik atau kompromi kepentingan tertentu, dan bukan berdasarkan kajian rasional.
Yang menarik, tegas Hendro, surat klarifikasi Sekwan ternyata diwarnai poin kejutan. Khususnya soal kegiatan appraisal tunjangan perumahan dewan. Dalam klarifikasinya, Sekwan menegaskan bahwa lembaga appraisal yang ditunjuk bukanlah Sucofindo (BUMN) sebagaimana klaim Kepala BPKAD Pemkab Jombang.
Sekalipun membantah telah menggandemg Sucofindo, namun Sekwan masih enggan terbuka soal identitas KJJP (lembaga appraisal) yang ditunjuk. Dalam klarifikasinya, Sekwan menegaskan bahwa kegiatan appraisal dipastikan ada dan menyerap anggaran sebesar Rp 100 juta.
“Pernyataan ini terbilang aneh. Karena berdasarkan data sirup LKPP dan LPSE 2021, kegiatan tersebut tidak ditemukan disana. Karenanya, penegasan Sekwan soal kegiatan appraisal masih sebatas klaim sepihak karena tidak didukung bukti dokumen yang valid, “urainya.
Disisi lain, tegas Hendro, terkait tidak dipublisnya kegiatan appraisal pada lapak sirup LKPP dan LPSE, hal itu merupakan sebentuk pelanggaran hukum yang tidak remeh. Apalagi jika dilakukan dengan sengaja. Sebab peraturan LKPP menegaskan setiap kegiatan APBD wajib dipublis di lapak sirup.
Karenanya, sambung Hendro, untuk menjadikan masalah appraisal berujung terang-benderang, pihaknya segera mengirim surat susulan kepada Sekwan untuk meminta salinan dokumen appraisal yang klaim ada tersebut. “Termasuk, surat kepada BPKAD terkait bukti serap anggaran appraisal sebesar Rp 100 juta, “ujarnya. (Laput/red/din)