JOMBANG, TelusuR.ID – Peraturan Pemerintah (PP) Nomer 18 Tahun 2017 dan PP Nomer 1 Tahun 2023, telah memerintahkan agar Pemkab menyediakan rumah dinas bagi pimpinan dan anggota DPRD. Jika belum mampu, maka opsinya adalah pemberian tunjangan perumahan.
Faktanya, sejak 7 tahun silam, Pemkab Jombang selalu memilih opsi pemberian tunjangan perumahan kepada 46 anggota DPRD. Dengan kata lain, hingga saat ini, Pemkab merasa belum cukup mampu menyediakan rumah dinas tersebut. Benarkah Pemkab belum mampu?
Beragam alasan sepertinya sengaja dipilih untuk memperteguh status belum mempu. Diantaranya, bahwa hampir seluruh Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia tidak ada yang menyediakan rumah dinas bagi anggota DPRD. Dengan demikian Pemkab Jombang tidak sendirian. Dan kondisi demikian jamak terjadi.
Terhadap argumen ini, seorang Sumber menangkap ada yang tidak sambung. Menurutnya, soal mampu dan tidak mampu adalah soal Goodwill dan skala prioritas. “Simple saja, apakah sejauh ini sudah lakukan kajian secara serius? Jadi ini bukan soal seluruh Indonesia tidak ada yang menyediakan rumah dinas bagi anggota DPRD, “tuturnya.
Sumber menegaskan, urusan mampu dan tidak mampu, hari ini menjadi penting untuk dibahas karena terkait dengan efisiensi anggaran negara. “Rp 11,5 milyar per tahun untuk alokasi tunjangan perumahan dewan itu tidak kecil. Dan ini secara terus-menerus akan menjadi beban APBD jika tidak di stop, “ucapnya.
Alasan berikutnya, penyediaan rumah dinas bagi anggota DPRD Jombang dipandang tidak mendesak karena selain sudah memiliki rumah tinggal, mayoritas anggota dewan adalah orang lokal. Beda halnya dengan DPR RI. Kebutuhan rumah dinas menjadi tak tertawarkan karena mayoritas anggota DPR RI datang dari seluruh daerah di Indonesia.
Alasan terakhir dan cukup menohok adalah soal biaya pembangunan rumah dinas yang kelewat tinggi. Saking tingginya, hal itu disebut mustahil dilakukan. Sayangnya, argumen ini didasarkan pada pemahaman bahwa rumah dinas anggota dewan harus setara dengan rumah dinas Wakil Bupati.
“Saya pikir ini hanya bentuk pembenaran untuk tidak menyediakan rumah dinas bagi anggota DPRD Jombang. Dengan menunjuk rumah dinas Wakil Bupati sebagai patokan, pesan yang ingin disampaikan adalah soal anggaran jumbo dan harus bertempat di pusat kota. Padahal eselon anggota dewan tidak setara dengan eselon Wabup, “terangnya.
Sebagai pembanding, sejumlah daerah di Indonesia tercatat sudah melakukan pembangunan rumah dinas bagi anggota DPRD. Antaralain Kota Ternate (Maluku Selatan), Kota Palembang (Sumatera Selatan), Kabupaten Malinau (Kalimantan Utara), dan Kutai Kertanegara atau Kukar (Kaltim).
Juga, Kabupaten Ogan Komering Ilir atau OKI (Sumatera Selatan), serta data terakhir yang bisa diupadate adalah Kabupaten Natuna (Kepulauan Riau). Dari sekian itu, rumah dinas anggota DPRD Kabupaten Natuna sempat disorot karena dinilai terlalu mahal. Yakni satu unit rumah berbiaya Rp 1 milyar.
Terlepas soal dugaan kemahalan harga unit rumah, tegas Sumber, besaran ongkos untuk pembangunan rumah dinas anggota DPRD Natuna itu hanya setara dengan 4 tahun tunjangan perumahan DPRD Jombang. “Mungkin tidak sama persis. Tapi intinya adalah soal Goodwill dan skala prioritas. Jadi tidak ada yang tidak mungkin, “tuturnya.
Dilansir dari pemberitaan sejumlah media, pembangunan rumah dinas anggota DPRD disejumlah daerah memang beberapa berujung masalah. Salah satunya kasus rumah dinas dikosongkan karena sejumlah alasan. “PP 18/2017 tidak mengenal alasan apapun. Jika rumah dinas sudah dibangun, maka tunjangan perumahan harus stop, “tegasnya. (Laput/red/din).