JOMBANG, TelusuR.ID – Dari sejumlah pejabat DPRD Jombang yang dikonfirmasi terkait tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi yang besarannya dipertanyakan dan belum terkonfirmasi itu, hanya Sunardi, Ketua Komisi B dari Fraksi PPP yang bersedia angkat bicara. Sekali pun itu masih sepenggal kalimat normatif.
Dihubungi lewat sambungan seluler, Senin (22/5/2023), Sunardi menegaskan bahwa kedua item tunjangan beserta besarannya sudah menjadi ketetapan hukum. Sehingga sebagai legislator, dirinya hanya mengikuti dan menjalankan apa yang sudah menjadi ketetapan.
Pada prinsipnya, tutur Sunardi, ia hanya mengikuti apa yang sudah menjadi ketetapan peraturan. Termasuk soal besaran tunjangan dan kemungkinannya untuk ditiadakan karena harus diganti rumah dinas. “Peraturan itu kan bukan kami yang buat. Pada prinsipnya kami hanya mengikuti apa yang sudah ditetapkan, “ujarnya.
Terhadap kemungkinan pos tunjangan perumahan ditiadakan untuk diganti rumah dinas dalam rangka efisiensi anggaran negara, Sunardi mengaku tidak ada masalah. Hanya menurutnya, opsi itu bakal butuh proses panjang. “Itu melibatkan birokrasi sampai Pusat. Saya rasa tidak akan sesederhana itu. Tapi pada prinsipnya saya setuju saja, “tegasnya.
Terpisah, 2 Wakil Ketua DPRD Jombang yang dihubungi lewat sambungan seluler belum bersedia buka suara, Selasa (23/5/2023). Saat dikontak, seluler Doni Anggun nampak berdering. Namun Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PDIP ini enggan merespon. Juga, pengajuan konfirmasi yang dikirim lewat chat WhatsApp tidak dijawab.
Sementara Farid Al Farisi, Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PPP, saat ditelpon mengaku belum bisa bersikap karena urusan tunjangan perumahan dan tunjangan transportasi menjadi domain seluruh anggota. “Maaf, saya belum bisa bersikap atas nama pribadi, harus dibicarakan dulu dengan seluruh anggota, “ujarnya.
Ketua dan anggota Fraksi PDIP, Totok dan M.Naim, yang dikontak lewat seluler pada Selasa (23/5/2023), juga tidak bersuara. M Naim memilih melemparnya kepada Ketua Fraksi. Sementara Totok sebagai Ketua Fraksi mengaku tidak bisa berkomentar karena urusan tunjangan perumahan dan transportasi masuk wilayah pimpinan.
Hal serupa juga terjadi pada Fraksi PKB. Saat dikontak pada Rabu (24/5/2023), seluler Subaidi Mukhtar nampak berdering tapi enggan diangkatnya. Juga, permintaan konfirmasi yang dilayangkan lewat chat WhatsApp tidak dijawab. Sementara anggota FKB yang biasanya komunikatif, Kartiono, kali ini menolak bicara karena sedang giat rapat di Jakarta.
Hingga berita ini ditulis, Minggu (28/5/2023), pandangan pihak legislatif soal opsi peniadaan tunjngan untuk diganti rumah dan mobil dinas, belum terkonfirmasi. Belum diketahui, sikap diam yang ditunjukkan sejumlah legislator gedung rakyat itu apa berarti masalah ini hanya sepele di mata mereka, atau apa.
Ketua LSM GeNaH (Generasi Nasional Hebad) Hendro Suprasetyo, mengaku kecewa dan cukup menyayangkan sikap sejumlah legislator gedung rakyat yang dinilainya kurang peka itu. Bagi Hendro, apapun topiknya, apalagi menyangkut efisiensi anggaran negara, tidak seharusnya pejabat DPRD membuang muka.
“Bertolak dari sudut pandang kenegaraan, harusnya masalah ini (tunjangan perumahan dan transportasi Dewan) tidak dipandang picik sebatas kepentingan Bupati atau DPRD saja. Negara ini bukan milik mereka. Apalagi soal efisiensi anggaran negara, ditangan mereka rakyat mempercayakan semuanya. Jadi jangan diam dong, “tegasnya.
Dengan memilih sikap diam, Hendro justru khawatir masyarakat semakin yakin bahwa tujuan para legislator masuk ke gedung rakyat hanya berkutat seputar urusan pragmatis seputar fasilitas wah dan wow. Apalagi, tegas Hendro, munculnya Perbup terakhir (Perbup 5/2022) yang sejatinya hanya berisi kenaikan tunjangan Dewan itu sempat diwarnai aksi boikot LKPJ Bupati.
Ketua LSM Almatar (Aliansi Masyarakat Proletar) yang juga aktivis Aliansi LSM Jombang, Dwi Andika, melempar hal serupa. Bagi Dwi, begitu ia disapa, terkait tunjangan perumahan dan transportasi yang angkanya terbilang fantastis dibanding sejumlah kabupaten tetangga itu, tidak harusnya para legislator memilih bungkam.
“Ini justru momentum untuk para legislator gedung rakyat menunjukkan kelasnya. Sebagai wakil rakyat, mereka harusnya bisa menjelaskan apa yang sedang terjadi. Apalagi menyangkut pengelolaan dan efisiensi anggaran negara yang bukan saja rakyat sebagai pendulang pajak, tapi juga mempercayakan segala kontrol kepada wakilnya, “ujar Dwi Andika. (Laput/din)