Tunjangan Jumbo Disebut Hasil Appraisal

0
217 views
Bagikan :

JOMBANG, TelusuR.ID      –      Istimewa. Angka tunjangan perumahan untuk anggota DPRD Jombang nampaknya menjadi yang tertinggi se Jawa Timur untuk kategori daerah Kabupaten. Angka sebesar Rp 18.800.000 per bulan itu hanya kalah dari Kota Malang (Batu) dan Kota Surabaya.

Bahkan tunjangan perumahan anggota DPRD Kabupaten Gresik dan Sidoarjo masih berada dibawah Jombang. Hanya, update terbaru masih merujuk pada regulasi tahun 2020. Belum diketahui, apakah Gresik dan Sidoarjo sudah menerbitkan Perbup terbaru dan menaikkan tunjangan anggota Dewan.

Data yang dihimpun menyebutkan, melalui Perbup 42/2020, Pemkab Gresik tercatat mematok tunjangan perumahan untuk anggota DPRD sebesar Rp 17.200.000 per bulan. Sedang Pemkab Sidoarjo dengan Perbup 12/2020, mematok angka tunjangan perumahan untuk anggota Dewan di angka Rp 14.800.000 per bulan.

Sementara Kota Surabaya melalui Perwali Nomer 10/2020, telah mematok pos tunjangan perumahan anggota Dewan di angka Rp 26.900.000 per bulan.   Sedang Kota Batu (Malang) dengan Perwali 29/2021 mematok besaran tunjangam sebesar Rp 19.800.000 per bulan atau satu juta rupiah lebih mahal dari Jombang.

Selanjutnya, sebanyak 29 Kabupaten (diluar 9 Kota) di Jawa Timur dipastikan kalah dengan Jombang. Antaralain Banyuwangi dengan Perbup 5/2017 mematok angka tunjangan perumahan anggota dewan sebesar Rp 12.000.000 per bulan. Jember dengan Perbup Nomer 39/2021 menetapkan angka Rp 7.500.000 per bulan.

Lumajang dengan Perbup 12/2023 mematok angka Rp 13.259.950 per bulan, Pasuruan dengan Perbup 2/2016 menetapakan Rp 9.100.000 per bulan, dan Probolinggo dengan Perbup 59/2015 mematok Rp 5.485.000 per bulan. Sementara 3 kabupaten belum keluar angka meski diyakini kalah dengan Jombang. Yakni Malang, Situbondo dan Bondowoso.

Berikutnya, Lamongan dengan Perbup 56/2020 mematok angka Rp 12.100.000 per bulan, Tuban dengan Perbup 44/2019 diangka Rp 9.900.000 per bulan, Bojonegoro dengan Perbup 59/2014 mematok angka sebesar Rp 6.747.050 per bulan, Madiun dengan Perbup 16/2020 diangka Rp 9.000.00p per bulan, serta Ngawi dengan Perbup 94/2020 mematok angka Rp 10.000.000 per bulan.

Magetan dengan Perbup 41/2020 menetapkan angka Rp 11.000.000 per bulan, Ponorogo dengan Perbup 165/2020 diangka Rp 10.400.000 per bulan, Pacitan dengan Perbup 172/2021 diangka Rp 9.300.000 per bulan, Trenggalek dengan Perbup 44/2016 diangka Rp 6.000.000 per bulan, serta Tulungagung dengan Perbup 1/2022 mematok angka Rp 12.200.000 per bulan.

Pertanyaannya, darimana angka tunjangan perumahan bagi anggota DPRD Jombang yang terbilang jumbo itu ditetapkan? Padahal Peraturan Pemerintah Nomer 18/2017 sebagaimana telah diubah dengan PP 1/2023 menegaskan bahwa selain harus memenuhi aspek seperti kepatutan, kewajaran, rasionalitas, dan berstandar harha setempat, penetapan tunjangan juga harus menyesuaikan dengan kemampuam keuangan daerah.

Maksud dari kemampuan keuangan daerah adalah angka pendapatan umum daerah dikurangi jumlah belanja pegawai dalam setahun. Dikonfirmasi di kantonya, Senin (29/5/2023), Kepala BPKAD Jombang Muhamad Nasrulloh, menegaskan bahwa kemampuan keuangan Pemkab Jombang sejak 2022 masuk kategori tinggi. Hanya saja Narulloh lupa angka persisnya.

Muhamad Nasrulloh.

Sekali pun begitu, kemampuan keuangan daerah hanyalah satu indikator. Banyak hal lain yang perlu dipertimbangkan sebelum sampai pada penetapan angka tunjangan. Terhadap hal ini, Nasrulloh tidak merinci parameter yang menjadi penentu besaran tunjangan. Yang jelas, tegas Nasrulloh, angka Rp 18.800.000 per bulan merupakan hasil appraisal.

Sekretaris Daerah Jombang, Agus Purnomo, juga menegaskan hal yang sama. Menurutnya, besaran angka tunjangan merupakan hasil appraisal. Ditemui dikantor Pemkab, Senin (29/5/2023), mantan Kepala Dinas Pendidikan ini menegaskan bahwa lembaga penilai publik yang ditunjuk berdasarkan usulan Sektetariat DPRD adalah Secufindo.

Ditanya soal opsi peniadaan tunjangan perumaham bagi anggota dewan yang menyedot Rp 11,5 milyar per tahun dan karenanya beresiko terjadi pemborosan anggaran, sehingga efisiensi perlu ditempuh dengan cara menyediakan rumah dinas, mantan Kabag Hukum Pemkab ini menegaskan tidak bakal terjadi dalam waktu dekat.

“Tidak mungkin dalam wakti dekat. Biayanya terlalu mahal. Sebab, patokannya harus setara dengan rumah dinas Wakil Bupati. Kalau 50 rumah harus dibangun di tengah kota, Pemkab tidak mampu memenuhi, salah satunya pengadaan lahan bakal tidak gampang. Jadi lebih baik anggaran dipakai untuk kegiatan lain, “ujar Sekda. (Laput/din)

 

 

Tinggalkan Balasan