Aliansi LSM Jombang dan Kado Manis Diujung Jabatan

0
289 views
Bagikan :

 

Aliansi LSM Jombang Dan Kado Manis Diujung Jabatan

 

Oleh : Saifudin

Pimpinan Redaksi Media Online TelusuR.ID

 

Empat bulan lagi masa jabatan Bupati Jombang berakhir. Lima tahun pengabdian segera berlalu. Banyak hal manis seputar prestasi kerakyatan telah dijejal. Namun coreng-moreng perjalanan tak terhindarkan. Tak ada gading yang tak retak. Hanya, ada baiknya, jika waktu tersisa berukir prestasi gemilamg.

Ini soal kasus ruko simpang tiga yang tertahan di ruang gelap. Ini soal rasio keilmuan yang dibuat rontok olehnya. Tak ada lagi regulasi, tak ada lagi konstruksi. Benar, peraturan dibuat memang untuk dilanggar. Bukan sebentuk pembangkangan, tapi semata-mata untuk menguji ruang kesakhihan itu sendiri.

Jika DPRD Jombang melalui pansusnya telah merekomendir penutupan ruko dan bahkan pengambilan paksa aset daerah dari penguasaan pihak ketiga, tampaknya itu masih dipahami sebatas coretan kertas tanpa makna. Pemkab tidak perduli. Dan rakyat melihat itu.

Ya. Rakyat melihat dengan jelas bahwa rekomemdasi Pansus DPRD yang dibuat berdasarkan mekanisme perundangan itu, yang dalamnya terserap duit rakyat untuk akomodasi dan anggaran rapat itu, ternyata tidak berarti apa-apa selain drama seremoni. Bukan salah DPRD, tapi ini soal rekom pansus yamg tidak dijalankan.

Tak kalah penting, BPK RI juga turut menerbitkan rekomendasi. BPK memerintahkan Pemkab untuk memungut retribusi sewa aset ruko simpang tiga sebagai pemenuhan PAD rentang 2017 hingga 2021 sekitar 5 milyar rupiah. Kali ini, rekom BPK direspon dengan SK Bupati tentang tarif sewa ruko. Dimana untuk sewa 5 tahun, tarif yang dipatok sekitar Rp 100 juta per unit ruko.

Namun, lagi-lagi itu hanya sebatas goresan warna di ataa kanvas. SK Bupati berujung tak bertaji. Penghuni ruko menolak bayar dan memilih jalan perlawanan. Pertentangan tak terhindarkan. Hingga akhirnya sebagian penghuni bersedia bayar, dan sebagian yang lain tetap melawan.

Mendapat tentangan seperti itu, Pemkab malah memilih leyehleyeh. Urusan menagih PAD dilimpahkan ke Korp Adhiyaksa dalam kapasitasnya sebagai pengacara negara terkait penyelematan aset daerah. Dimulai dari bidang Datun dan berlanjut ke bidang Intel serta sejak 4 bulan lalu masuk ke Pidsus, penanganan perkara oleh Korp Adhiyaksa terus berjalan entah sampai kapan.

Sementara itu, aksi penguasaan aset ruko simpang tiga oleh pihak ketiga terus berlangsung. Padahal jabatan Bupati tinggal empat bulan lagi. Padahal Pemkab dengan segala kewenangannya, memiliki semua instrumen yang dibutuhkan. Ada Satpol PP, ada Bagian Hukum, ada Bagian Aset, serta tersedia anggaran untuk menggandeng ahli jika diperlukan. Kurang apalagi?

Kecuali menyerahkan penanganan perkara ke tangan Kejaksaan, sepanjang perjalanan kasus, Pemkab nyaris tidak bersuara tentang duduk permasalahan sebenarnya. Tentang SHGB ruko yang habis masa berlaku sejak 2016. Yang berati sejak saat itu hak kepemilikan aset ruko simpang tiga kembali ke SHPL (Sertifikat Hak Pengelolaan), dan itu hanya dimiliki oleh Pemkab.

Sesederhana itu memang. Dan sejauh ini belum ada bantahan soal pemahaman (konstruksi) tersebut. Artinya, sejak SHGB habis masa berlaku dan kepemilikan kembali ke SHPL, sejak saat legalitas penghuni sudah tamat kecuali mereka membayar sewa kepada Pemkab. Bahwa kemudian muncul perlawan dengan berbagai dalih, tetap saja tidak membuat SHGB berlaku kembali, dan karenanya penghuni tidak lagi berhak menempati ruko.

Apalagi perlawanan dan protes pihak penghuni atas tidak diperpanjangnya SHGB oleh Pemkab yang dianggap bentuk wanprestasi itu sudah dilakukan gugatan ke Pegadilan dan berujung keok. Itu semakin memperteguh bahwa kepemilikan Pemkab atas aset ruko simpang tiga adalah keniscayaan. Jadi, hal hebat apa yang menjadikan Pemkab tidak berani berindak tegas?

Atas drama panjang yang sudah terjadi, Aliansi LSM Jombang akhirnya memilih melaporkan Bupati dan penghuni ruko ke nah tipikor. Para aktivis menilai Bupati tidak amanah soal pengelolaan aset daerah, dan penghuni ruko diduga melakukan penyerobotan. Apapun hasilnya, tindakan Aliansi LSM Jombang membawa persoalan ini ke ranah hukum adalah sebentuk kado manis untuk menandai akhir masa jabatan Bupati. (*)

Tinggalkan Balasan