JOMBANG, TelusuR.ID – Bergulirnya proses BAP oleh Pidsus Kejari Jombang terhadap penghuni ruko simpang tiga yang enggan melunasi piutang sewa, nampaknya memicu perlawanan. Diketahui, sebuah banner terpasang dengan posisi menggantung ditiang gerbang masuk komplek ruko.
Banner berukuran 1 x 3 meter itu dipenuhi kalimat bernada perlawanan atas upaya Pemkab untuk mengambil kembali aset miliknya. Sejumlah pasal dan cantolan regulasi dimuat disana. Bahkan dibubuhi kalimat bernada menggertak bahwa pihak yang merusak banner bakal dikenakan pidana.
Pemasangan banner oleh Lembaga Konsumen yang menerima kuasa dari penghuni ruko simpang tiga itu sejatinya hanyalah pengulangan bahasa. Sebelumnya, kalimat yang sama bahkan lebih detail dari itu telah dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jombang sebagai materi gugatan. Kabarnya, gugatan berujung ditolak.
Saat itu, alamat gugatan ditujukan kepada 3 pihak. Yaitu Bupati Jombang, Ketua DPRD, dan Kepala ATR/BPN Jombang dengan status Terlapor I, II, dan III. Bupati digugat karena dianggap melakukan tindakan wanprestasi atas isi perjanjian dengan Pengembang. Terhadap hal ini, penggugat minta PN membatalkan surat perjanjian.
Sebagai Terlapor II, Ketua DPRD Jombang dinilai keliru telah menerbitkan rekomendasi Pansus yang berisi perintah agar Pemkab segera menguasai kembali aset ruko simpang tiga. Rekom pansus bahkan memerintahkan penguasaan aset secara paksa. Oleh penggugat, rekom ini dimintakan kepada PN untuk dibatalkan.
Terakhir, Kepala Kantor ATR/BPN Jombang dinilai melakukan kesalahan karena menerbitkan SHGB dengan masa berlaku hanya 20 tahun atau habis pada 2016. Penggugat berteguh bahwa umur minimal SHGB harus 30 tahun. Karenanya produk BPN ini dimintakan kepada PN Jombang untuk dibatalkan.
Menanggapi pemasangan banner bernada perlawanan dan klaim sepihak oleh penghuni ruko, Dewan Ekskutif Aliansi LSM Jombang Hadi Purwanto menegaskan, bahwa hal itu merupakan strategi untuk menggertak dan menakut-nakuti Pemkab. “Apapun perdebatan dan argumen yang dipilih, umur SHGB ruko simpang tiga sudah habis sejak 2016, “tegasnya.
Wartawan senior yang aktif di Surat Kabar Harian Surya dan Majalah Tempo era 90-an hingga 2000-an ini bahkan berani memastikan bahwa sejak 2017 atau sejak umur SHGB ruko simpang tiga dinyatakan habis, maka sejak itu pula hak kepemilikan aset dikembalikan kepada pemegang SHPL yaitu Pemkab.
“Karena SHGB habis pada 2016, maka memasuki 2017 tidak ada lagi topik tentang SHGB. Yang ada adalah bukti kepemilikan berupa SHPL. Dan itu hanya dimiliki Pemkab. Maka pertanyaannya, sejak SHGB dinyatakan tidak berlaku pada 2016, penghuni mengantongi bukti apa sehingga merasa memiliki ruko? “nadanya bertanya.
Hadi menegaskan, bahwa secara hukum, saat ini status penghuni atau pemegang SHGB dipastikan tidak lagi memiliki kekuatan. Bahkan terbilang liar, lanjutnya, ketika urusan sewa-menyewa menjadi polemik yang tak berujung pelunasan. “Ruang perdebatan memang dimungkinkan, tapi apapun itu, tidak berarti SHGB hidup kembali, “ujarnya.
Karena itu, tegas Hadi, pemasangan banner berisi klaim sepihak yang seolah-olah pemegang SHGB masih berhak atas ruko simpang tiga, jelas tidak berdasar sama sekali. “Apalagi dibubuhi kalimat bernada menggertak segala. Ya sudah buktikan saja kalau itu bukan gertakan, “tegas Hadi.
Terkait pemasangan banner, kali ini Pemkab mengambil tindakan tegas. Mengetahui banner terpasang di tiang gerbang masuk ruko, Jumat (14/4/2023), Pemkab melalui Sekdakab Agus Purnomo memerintahkan petugas Satpol PP untuk menurunkan paksa. Bahkan tidak sampai satu jam perintah Sekda sudah dilaksanakan. (red/din)