Badai Lebih Besar Mengancam Penghuni Ruko

0
240 views
Bagikan :

JOMBANG, TelusuR.ID      –      Kasus ruko simpang tiga terbelah dalam 2 bagian besar. Yakni kasus berbasis masa hunian 2017 hingga 2021, serta kasus hunian ruko tahun 2022 dan 2023. Seorang Sumber menyebut, pemberkasan BAP oleh Pidsus pada Jumat besok lebih merujuk pada kasus 2017 hingga 2021.

Dimana pada kasus ini seluruh penghuni ruko tercatat sudah bayar sewa. Hanya nominal pembayaran memang variatif. Paling kecil, nominal yang dibayar penghuni adalah Rp 5 juta. Dan itu terjadi pada sejumlah orang.

Sementara dari sekitar 50-an penghuni ruko simpang tiga, tutur Sumber, sebagian diketahui ada yang bayar separo, dan sebagian yang lain ada yang lunas dengan pembayaran sebesar Rp 100 juta-an. Angka tersebut merujuk pada SK Bupati (Perbup) tentang tarif sewa ruko yang terbit tahun 2021.

Perbup ini terbit, tegas Sumber, dalam rangka merespon temuan BPK tentang dugaan kerugian negara dari sisi retribusi sewa ruko simpang tiga. Dari total Rp 5 milyar uang sewa yang wajib dibayar, dikatahui pada 31 Desember 2022, setoran sewa yang masuk hanya berkisar Rp 700 jutaan.

Hingga 31 Desember 2022, diketahui masih ada penghuni yang hanya bayar Rp 5 juta saja. Sehingga piutang yang ditanggung sebesar Rp 95 juta. Kelompok inilah, tutur Sumber, yang diduga bakal ditetapkan sebagai tersangka karena tidak memanfaatkan masa kompromi saat perkara ditangani bidang Intel.

Selain mantan Sekdakab Ita Triwibawati yang tercatat lunas, lanjut Sumber, daftar penghuni lain tidak terungkap karena Disdagrin Jombang enggan terbuka soal ini. Sehingga untuk kasus 2017 hingga 2021 tidak diketahui siapa saja yang bakal lolos, dan siapa yang bakal terjerat.

Sekali pun begitu, lanjut Sumber, penanganan kasus ruko simpang tiga bakal tidak sesederhana itu. Disebutkan, badai besar akan mengancam seluruh penghuni ruko. Yaitu kasus hunian ruko pada periode 2022 dan 2023. Pada titik ini, seluruh penghuni ruko dipastikan berstatus ilegal.

Hal ini karena tidak secuil pun legalitas dikantongi penghuni untuk menempati ruko secara sah. Ukurannya, karena pada masa sewa tersebut, dipastikan tidak satu pun penghuni melakukan bayar sewa. Ukurannya, bagaimana membayar sewa jika piutang sebelumnya belum lunas.

Badai besar pun mengancam. Yaitu satu situasi yang menempatkan seluruh penghuni ruko bisa dijerat pasal penyerobotan. Hal ini akibat tindakan menempati ruko yang bukan miliknya.  Apalagi obyek yang dikuasai merupakan aset negara. Sehingga ketentuan pasal Tipikor bisa langsung tancap gas.

Sumber menilai badai bisa datang lebih cepat, bisa juga tertunda karena beberapa hal. Semua bergantung pada goodwill pihak APH dalam menangkap dan memaknai sebuah kasus. Untuk saat ini, tegas Sumber, pemberlakuan pasal penyerobotan sepertinya masih tertahan antrian. (din)

Tinggalkan Balasan