JOMBANG, TelusuR.ID – Empat hari sebelum tutup tahun 2022, atau Selasa (27/12/2022), gugatan Gono Sapto Rahardjo dikabulkan Majelis Hakim PN Jombang. Gono melayangkan gugatan karena harga lahan miliknya dibuat terjun bebas diangka Rp 5,2 milyar oleh apprasial Pemkab.
Siang itu, diruang sidang Kusuma Atmaja, Ketua Majelis Hakim Bambang Setiyawan membatalkan apprasial Pemkab dan sekaligus menetapkan harga lahan milik Gono diangka Rp 10,7 milyar atau Rp 1,7 juta per meter persegi.
Angka tersebut terbilang lebih rendah 30 persen dari hasil apprasial tahun 2021. Dimana saat itu, tanah seluas 6.327 meter persegi yang terletak di Jalan KH Ahmad Dahlan tersebut dibandrol Rp 16,2 milyar atau Rp 2.560.000 per meter persegi.
Selain membeli lahan milik Gono, Pemkab juga membebaskan 2 obyek tanah lain yang posisinya berbatasan langsung dengan lahan Gono. Hanya bedanya, yang satu posisinya segaris dan sebidang (belah bidang). Sedang yang satu lagi bersinggungan disisi batas lahan.
Untuk obyek tanah yang posisinya segaris dan sebidang serta berhimpitan langsung (belah bidang) dengan lahan milik Gono, pada 2021, juga dilakukan apprasial oleh Pemkab. Tanah seluas 6.480 meter persegi itu dibandrol Rp 17,4 milyar atau Rp 2.785 per meter persegi.
Meski hasil apprasial 2 lahan belah bidang itu terbit bersamaan, namun Pemkab lebih memilih melakukan bayar terhadap tanah senilai Rp 17,4 milyar. Sedang lahan milik Gono dilakukan tunda bayar karena plot APBD tidak mencukupi. Waktu itu, eksekusi lahan milik Gono akan dilakukan pada tahun anggaran berikutnya.
Sayangnya, saat anggaran sudah siap pada 2022, ekskusi lahan milik Gono tetap gagal dilakukan karena terkendala masalah regulasi. Yakni nilai apprasial dianggap kadaluwarsa karena sudah melewati batas 6 bulan. Aturannya, harus dilakukan apprasial ulang.
Nah, pada saat dilakukan apprasial ulang, lahan milik Gono malah terjun bebas diangka Rp 5,2 milyar. Meski angka tersebut akhirnya dibatalkan PN Jombang dan sekaligus dilakukan penetapan harga diangka Rp 10,7 milyar, namun Gono kehilangan hak bayar sebagaimana yang diterima tetangga sebelah.
Turunnya tarif lahan milik Gono itu pada akhirnya memicu tanya. Yakni kenapa lahan sebelah tidak terjadi hal serupa. Padahal dari sisi hukum pasar, keduanya tidak ada perbedaan. “Jika lahan milik Gono bisa turun tarif, harusnya lahan sebelah juga bisa dong, “tegas Upik, Koordinator LSM Aliansi Jombang.
“Jika putusan Pengadilan menjadi tolak ukur, maka Aliansi LSM Jombang akan menempuh jalur gugatan untuk menguji validitas harga apprasial pada 2 lahan yang lain, terutama yang bersebelahan dengan lahan Gono. Ini soal akuntabilitas penggunaan uang negara, “tambah Upik.
Bertolak dari kasus Gono, tutur Upik, negara berpotensi dirugikan Rp 7,5 milyar pada pengadaan 2 lahan PKL alun-alun. Angka tersebut merupakan bilangan 30 persen dari total nilai 2 lahan yang mencapai Rp 25,1 milyar (Rp 7,7 M dan Rp 17,4 M), sebagaimana terjadi pada lahan milik Gono.
Tentu saja, lanjut Upik, penurunan tarif tanah hingga 30 persen tidak bisa dijadikan ukuran. Karena ranah itu merupakan hak subyek hakim dalam memutuskan perkara. “30 persen itu hanya analogi yang didasarkan pada kesamaan obyek dan hukum pasar. Artinya, jika lahan milik Gono bisa turun, lahan lain harusnya juga bisa karena dalam satu kawasan, “tegasnya.
Upik menandaskan, terkait pengadaan lahan sentra PKL alun-alun, sebenarnya tidak ada pihak yang patut dipersalahkan. Ini karena semua prosedur dan mekanisme sudah dipenuhi. Hanya setelah mencuat kasus Gono, tutur Upik, validasi harga apprasial untuk 2 lahan yang lain menjadi perlu diuji.
“Kita (Aliansi LSM Jombang) tidak dalam posisi menyalahkan orang per orang atau pihak mana pun. Tapi yang kita lakukan lebih kepada bentuk kontrol terhadap sistem yang kita anggap kurang kredibel. Lebih dari itu, yang kita lakukan sebenarnya adalah sebentuk upaya untuk menyelamatkan uang negara, “ujarnya. (red/din)