JOMBANG, TelusuR.ID – LSM MRJ (Majelis Rakyat Jombang) melayangkan surat somasi I (kesatu) kepada Pemkab dan Kejari Jombang, Jumat (28/01/2023). Somasi dilakukan karena kinerja kedua instansi dinilai jauh dari kata memuaskan.
Rencananya, somasi kedua dan ketiga bakal dilayangkan pada pekan berikutnya menyusul tindakan yang diambil kedua instansi. Hingga pada puncaknya, LSM MRJ akan membawa urusan ke tahap lebih serius yaitu pelaporan hukum.
Lebih khusus, somasi dilakukan karena Pemkab dan Kejari Jombang dianggap tidak serius dalam penuntasan kasus ruko simpang tiga. “Sejak kasus ditangani pidsus, hingga hari ini belum ada perkembangan yang signifikan, “tegas Sadad, Sekretaris MRJ.
Ditemui dikantornya jalan Seroja 103 Jombang, Senin (30/01/2023), Sadad mengungkap maksud dari perkembangan signifikan itu yakni belum dilakukan penetapan tersangka atau sedikitnya penerbitan SPDP (Surat Perintah Dimulainya Penyidikan) oleh Pidsus terkait kasus simpang tiga.
“Untuk sebuah kasus publik yang terbilang akut karena praktik pembiaran yang begitu masif, kinerja Kejari Jombang terkait penanganan kasus simpang tiga cenderung tidak jelas dan terkesan bertele-tele, “ujar Sadad.
Ukurannya, kata Sadad, hingga rentang bulan Januari habis atau dengan kata lain sudah satu bulan berkas berada di tangan Pidsus, tercatat belum ada penjelasan apapun kepada publik terkait perkembangan penanganan kasus.
“Masyarakat Jombang dibuat gagal paham oleh Kejari dengan sikap diamnya. Seharusnya ada progres yang disampaikan ke publik sekalipun bukan sebentuk penetapan tersangka atau sekedar guliran SPDP. Sehingga publik tahu duduk persoalan sebenarnya, dan bukannya malah diam seperti ini, “ujar Sadad.
Ditambah lagi, lanjutnya, kasus ini sudah berlangsung selama 7 tahun dan sudah sedemikian menyita perhatian publik Jombang, sehingga memicu keterdesakan cukup tinggi untuk segera diselesaikan. “Ada rasa keadilan yang sepertinya sengaja disepelekan, “tuturnya.
Sementara itu, lanjut Sadad, hingga memasuki tahun ke 7 guliran polemik, sikap Pemkab terkait penuntasan kasus ruko simpang tiga masih terbilang sama. Yakni belum beranjak dari aura kegamangan dan keraguan dalam menentukan sikap.
Hari ini, kata Sadad, dimana Pemerintahan Mundjidah-Ramba sudah mencapai puncak masa bakti (tinggal 8 bulan lagi), nampak belum muncul dobrakan yang signifikan dari Pemkab. Kecuali hanya menyerahkan kasus ke pihak kejaksaan, tuturnya, sejauh ini Pemkab terbilang tidak melakukan tindakan dengan bobot ekskutoral.
“Nyaris tidak bisa dipercaya Pemkab yang memiliki segalanya itu dengan gampang menyerahkan kasus ke kejaksaan. Justru untuk beberapa alasan, sikap seperti itu cenderung merupakan bentuk cuci tangan atau sikap menghindar dari resiko, “ujarnya.
Sadad menilai, Pemkab yang merupakan simbol Pemerintahan dan sekaligus simbol negara yang dilengkapi dengan instrumen kekuasaan, tidak seharusnya memilih sikap lari dari panggung. “Atas nama perundangan, seharusnya Pemkab tidak perlu ragu mengambil paksa ruko simpang tiga dari tangan penghuni. Tapi faktanya hal itu tidak pernah dilakukan, “tegas Sadad.
Tentu akan muncul ekses dan resiko yang tak terhindarkan. Salah satunya adalah kemungkinan pihak penghuni melayangkan aksi gugatan. Dan jika itu yang terjadi, tandas Sadad, sebenarnya itu hal biasa dan lebih merupakan sebentuk harga perjuangan.
“Gugatan itu hal biasa. Kenapa harus takut? Apalagi ini soal penegakan supremasi dan wibawa Pemkab? Kegamangan sikap tidak perlu terjadi karena Pemkab memiliki segalanya. Dari tenaga ahli urusan hukum, satpol PP, hingga kesediaan anggaran, semua dikantongi Pemkab. Jadi tidak ada alasan untuk memilih gamang kecuali berniat cuci tangan dan menghindar dari resiko, “urai Sadad.
Karena itu, tegas Sadad, pada puncak somasi nanti, LSM MRJ akan menyeret Pemkab ke ranah hukum atas dugaan tindak pembiaran serta indikasi menghilangkan aset daerah. “Termasuk Kejaksaan, kita akan melaporkan ke Komisi Kejaksaan atas kinerjanya yang bertele-tele, “tandasnya. (red/laput/udin).