New Simpang Tiga (23): TAK ADA PUNGLI DI SIMPANG TIGA

0
343 views
Bagikan :

JOMBANG, TelusuR.ID   –   Kasak-kusuk seputar aliran dana dari penghuni ruko simpang tiga kepada sejumlah elit pejabat Pemkab Jombang, diduga kuat tidak pernah terjadi. Dengan demikian, sebelum ada bukti baru yang valid soal itu, pihak Pemkab terbilang bersih dari segala tuduhan pungli.

Sejatinya fakta ini cukup mengejutkan. Sebab, dari rentang 2016 hingga 2021, info yang dihimpun menyebutkan, pihak penghuni tidak pernah bayar apapun selain retribusi resmi ke Pemkab. Lalu, bagaimana mereka bisa menempati ruko sekian lama? Juga, bagaimana pembiaran ini bisa berlangsung?

Yang jelas akibat pembiaran ini, BPK akhirnya menjatuhkan sanksi pengembalian uang negara sebesar Rp 6 milyar kepada pihak Pemkab Jombang. Awalnya, angka ini dinilai kelewat besar. Dan pertanyaan darimana angka itu muncul, hingga saat ini banyak pihak yang masih memajangnya sebagai wacana publik.

Mungkin belum seluruhnya menjawab pertanyaan. Namun SK Bupati Jombang Nomer: 188.4.45/318/415.10.1.3/2022 tentang tarif ruko simpang tiga tertanggal 5 Oktober 2022, sedikitnya bisa menyapa publik dari ketertegunan soal angka.

Dari SK tersebut, akhirnya muncul satu tagihan kepada penghuni bernama Liliek Soenartie. Tagihan itu tertuju pada ruko miliknya yang ada di Blok C11. Dimana disebutkan bahwa Nilai Wajar Sewa atas ruko tersebut adalah Rp 19.150.000. Sehingga tunggakan sewa ruko yang belum dibayar selama 5 tahun (dari 2016 hingga 2021) adalah Rp 97.750.000.

Pada surat Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Jombang Nomer: 028/8105/415.32/2022 tentang batas waktu pembayaran sewa tertanggal 13 Oktober 2022, Liliek Soenarti hanya diminta membayar pelunasan sebesar Rp 92.750.000, karena Likiek sebelumnya sudah melakukan cicilan sebesar Rp 5 juta melalui Bank Jatim.

Total jumlah ruko yang ada di simpang tiga sebanyak 57 unit. Ruko terbagi dalam 5 blok. Antaralain Blok A sebanyak 9 unit, Blok B sebanyak 13 unit, Blok C sebanyak 12 unit, Blok D sebanyak 7 unit, serta Blok E sebanyak 16 unit. Dari sekian itu, Blok C disebut yang paling murah.

“Jika dirata-rata satu unit ruko bernilai sewa Rp 100 juta per lima tahun, maka angka tagihan yang muncul adalah sebesar 5,7 milyar. Dan itu sudah mendekati angka yang ditetapkan BPK, “ujar Sumber dilingkungan Pemkab Jombang.

Rupanya, tagihan BPK muncul, karena Pemkab Jombang telah menetapkan seluruh aset simpang tiga (tanah beserta seluruh bangunan yang ada didalamnya) menjadi Aset Pemkab dan sudah tercatat di Neraca Pemkab Jombang sebagaimana Keputusan Bupati Jombang Nomer 295 Tahun 2016.

Penetapan itu merujuk pada Diktum Pertama Nomer 3 Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomer: 602.35-523 tertanggal 15 Juli 1995 yang berbunyi, “Setelah berakhirnya masa kerjasama, seluruh aset berupa tanah dan bangunan serta sarana penunjang yang menjadi bagian dari PT Suryatamanusa Karya Pembangunan yang ada di kompleks ruko tersebut menjadi milik Pemkab Jombang”.

Dengan demikian dugaan terjadi pungli oleh elit pejabat Pemkab Jombang hanya isapan jempol. Kepastian tidak terjadi praktik pungli itu sedikitnya terbaca dari keterangan Sumber yang ada dilingkungan ruko.

“Selama ini kami tidak pernah bayar apapun kecuali retribusi. Termasuk yang Rp 5 juta itu bukan untuk cicilan sewa ruko, tapi itu retribusi sewa tanah. Hanya saja oleh Pemkab diplintir, “ujarnya.

Lantas, jika selama rentang 2016 hingga 2021 tidak terjadi pembayaran sewa sama sekali, bagaimana mereka bisa menempati ruko? Kenapa terjadi pembiaran yang sekian lama itu?

Terhadap hal ini, info yang dihimpun menyebutkan, diduga kuat pihak penghuni sudah mengeluarkan banyak duit. Tidak untuk elit pejabat Pemkab, tapi mengalir kepada pihak-pihak tertentu yang menurut penghuni dianggap memiliki “kekuatan”. (red/laput/udin)

Tinggalkan Balasan