New Simpang Tiga (12): SEKDA DAN KAJARI OGAH DI LOBI

0
331 views
Bagikan :

JOMBANG, TelusuR.ID   –   Mengiringi perjalanan polemik ruko simpang tiga yang mencapai puncaknya pada tahun ini, ada hal menarik yang ditunjukkan dua pejabat penting di Jombang. Disebut menarik, karena dua pejabat ini mampu menjaga integritas ditengah pusaran konflik dan kuatnya tarik-menarik kepentingan.

Dua pejabat itu adalah Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Jombang Agus Purnomo, dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jombang Tengku Firdaus. Berdasarkan informasi yang dihimpun, khususnya terkait penanganan ruko simpang tiga, dua orang ini disebut tidak kenal kompromi dan tidak bisa di lobi.

Seorang Sumber menyebut, lebih dari lima kali sejak kasus ruko simpang tiga masuk meja Kejari Jombang, Tengku Firdaus mendapat bujukan untuk hadir pada undangan tertutup yang berlabel “pertemuan enam mata” itu. Sebuah pertemuan rahasia yang hanya berisi tiga orang penting tapi mampu memporak-porandakan segalanya.

Namun hingga pada undangan yang ke lima, dimana tempat dan waktu selalu berubah-ubah bahkan hingga luar kota, Tengku Firdaus disebut tetep kekeh pada pendirian dan komitmen untuk menuntaskan kasus simpang tiga. Tengku Firdaus disebut tidak sekali pun datang memenuhi undangan itu.

Sebaliknya, pemberkasan perkara terus berjalan. Pemeriksaan saksi-saksi tidak sedikit pun berhenti. Bahkan penyelidikan oleh Kejari Jombang akan mencapai puncaknya pada 20 Desember yang tinggal 5 hari lagi itu. Setelah itu, pengumuman Tersangka bakal segera dilakukan untuk publik. Hanya saja, sejauh ini Kejari tetap bergeming dan memilih untuk irit bicara.

Disisi lain, Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Jombang Agus Purnomo, juga disebut menerapkan sikap yang sama. Beberapa pihak yang kepentingannya terampas oleh sikap tegasnya, dibuat kelimpungan dan habis akal. Agus Purnomo disebut tidak sedikit pun membuka “ruang bincang-bincang” tentang pelemahan aset simpang tiga.

Memang tindakannya tergolong “bukan pemberani'” untuk kebanyakan orang. Juga, kebijakannya terbilang tidak memuaskan bagi pihak yang ingin secepatnya aset simpang tiga di kuasai Pemkab. Ini karena harapan bakal terjadi penutupan obyek simpang tiga melalui garis perintahnya, tidak pernah terjadi.

Namun diluar kesadaran banyak orang, Sekda Agus Purnomo telah menerbitkan kebijakan yang hari ini berujung gugatan perdata di PN Jombang. Malalui surat tagihan piutang ruko simpang tiga nomer: 028/8105/415.32/2022, Sekda tidak lagi memberi opsi kepada penghuni, kecuali memaksanya untuk setuju pada skema sewa yang ia gariskan.

Meski langkah penutupan obyek sengketa tidak pernah terjadi, namun keputusan menerbitkan surat keputusan itu bak palu godam yang mampu menggerakkan roda penyelidikan oleh pihak Kejari. Semua dimulai dari situ. Dan Sekda memilih tidak perduli jika pada akhirnya keputusan itu berujung perlawanan perdata untuk dibatalkan.

Surat tagihan piutang oleh Sekdakab yang didasarkan pada diktum pertama nomer 3 Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomer: 602.35-523, juga SK Bupati Jombang tentang tarif ruko simpang tiga Nomer: 188.4.45/318/415.10.1.3/2022, SK Bupati Jombang Nomer 295 Tahun 2016 tentang Neraca Pemkab Jombang. Serta ketentuan pasal 38 PP 40/1996, itu adalah sebentuk keputusan hukum.

 

Pada keputusan itu, Sekda menegaskan soal batasan waktu pembayaran yang harus dipenuhi pihak penghuni ruko. Keputusan itu kemudian diterjemahkan oleh Dinas Perdagangan dan Industri (Disdagrin) Jombang dalam bentuk angka.

Hingga memasuki pekan pertama Desember 2022, data Disdagrin Jombang menyebutkan bahwa total pembayaran dari penghuni ruko mencapai Rp 210 juta. Dengan rincian, tagihan sewa ruko yang mencapai rata-rata Rp 100 juta per unit per lima tahun (dari 2017 hingga 2021) itu baru dilakukan pembayaran senilai Rp 5 juta per unit.

Saat ini surat penegasan pembayaran sewa ruko oleh Sekdakab itu tengah dimohonkan untuk dibatalkan secara perdata di PN Jombang. Ini karena sebagian penghuni berdalih bahwa setoran itu bukan untuk cicilan sewa, melainkan untuk retribusi sewa tanah. Hanya anehnya, pembayaran dilakukan justru setelah surat Sekda diterbitkan. (red/laput/udin)

 

Tinggalkan Balasan