New Simpang Tiga (1): ELIT PENGUASA JOMBANG DI MEJAHIJAUKAN

0
665 views
Bagikan :

JOMBANG, TelusuR.ID   –   Elit penguasa Jombang di gugat perdata di Pengadilan. Di barisan Ekskutif, ada Bupati Jombang Mundjidah Wahab, Sekdakab Agus Purnomo, serta Kadisdagrin Jombang Hari Utomo. Mereka didakwa melakukan perbuatan hukum dengan status Tergugat I.

Sedang di pihak Legislatif, ada Mas’ud Zuremi dalam kapasitas sebagai Ketua DPRD Jombang dan sekaligus Ketua Pansus Ruko Simpang Tiga. Mas’ud didakwa melakukan perbuatan melawan hukum karena telah menerbitkan rekomendasi untuk polemik ruko simpang tiga. Ia pun berstatus Tergugat II.

Sementara itu, Kapala Kantor Argaria dan Tata Ruang/BPN Wilayah Jombang berstatus Tergugat III, karena dianggap menerbitkan sertifikat HGB ruko simpang tiga dengan ketentuan yang tidak semestinya.

Berdasarkan keterangan pada laman SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) PN Jombang per 1 Desember 2022, tercatat gugatan perdata tersebut didaftarkan pada 21 November dan teregister pada 22 November 2022.

Sementara itu sidang perdana dijadwalkan berlangsung pada 6 Desember 2022, atau hari Selasa pekan depan.

Pada petitum gugatan ditegaskan, bahwa seluruh produk hukum yang diterbitkan para pihak (Tergugat I, II, dan III) dianggap memenuhi unsur perbuatan melawan hukum dan karenanya dimohonkan untuk dinyatakan Tidak Sah dan Batal Demi Hukum.

Penggugat bernama Bambang Sugeng Irianto ini meminta agar Pengadilan Negeri Jombang bersedia mengabulkan sejumlah permohonan yang diajukan.

Antaralain menyatakan tidak sah dan karenanya harus batal demi hukum atas 4 dokumen atau surat yang diterbitkan oleh Tergugat I.

Yakni Surat Nomer: 600/1576/415.32/2022 tertanggal 18 Maret 2022. Juga, Surat Nomer: 028/8105/415.32/2022 tertanggal 13 Oktober 2022. Serta Surat Nomer:028/9382/415.32/2022 tertanggal 14 November 2022.

Terakhir, Dokumen Akta Perjanjian Nomer 01 Tahun 1996. Dimana pasal 7 ayat 4 huruf b tentang hak dan kewajiban Pihak Pertama dianggap sepihak dan bernuansa sewenang-wenang.

Klausul tersebut berbunyi: Atas usul pihak Kedua, Pihak Pertama berhak menetapkan harga jual unit-unit bangunan ruko simpang tiga dengan status SHGB selama 20 tahun serta nama-nama pedagang yang memenuhi syarat untuk menempati/pembeli ruko.

Selanjutnya, Penggugat juga meminta kepada PN Jombang agar seluruh dokumen atau surat (rekomendasi pansus, red) yang diterbitkan oleh Tergugat II dinyatakan tidak sah dan karenanya harus batal demi hukum.

Dokumen atau surat yang dimaksud itu antaralain berisi: (1) Agar Pemkab Jombang terus berusaha melakukan penagihan piutang sesuai audit BPK kepada penghuni ruko simpang tiga. (2) Agar Pemkab Jombang melakukan upaya tegas berupa penertiban dan pengambilalihan ruko simpang tiga untuk menyelamatkan aset Pemerintah Daerah, jika penghuni ruko tidak segera menyelesaikan tanggungan piutang.

(3) Kewajiban untuk mengelola ruko simpang tiga adalah mutlak kewenangan Pemkab Jombang. (4) Jika Pemkab bermaksud menyewakan kembali aset ruko simpang tiga, maka pelaksanaannya harus sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku dan diprioritaskan untuk diberikan kepada penghuni ruko simpang tiga.

(5) Terhadap penghuni ruko simpang tiga yang merasa dirugikan oleh kebijakan yang diambil Pemkab Jombang, dapat menempuh jalur hukum dan berproses melalui lembaga peradilan.

Sementara Tergugat III dimohonkan agar dihukum untuk memperpanjang masa berlaku SHGB hingga Tahun 2026/Tahun 2046. Penggugat juga meminta agar sertifikat SHGB yang diterbitkan oleh Tergugat III dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.

Dalam petitum yang dibuat pihak penggugat, nampak ada satu dalil yang menggelitik dan terkesan dijadikan dasar perlawanan. Yakni pasal 32 ayat Peraturan Pemerintah RI Nomer 24/1997 (dalam petitum ditulis tahun 1927) tentang pendaftaran tanah.

Dimana pasal tersebut berbunyi: Dalam hal suatu bidang tanah telah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah dengan itikad baik dan secara nyata telah menguasainya, …

Maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak, apabila dalam waktu 5 (lima) tahun tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat, atau mengajukan keberatan kepada Kantor Pertanahan, atau mengajukan keberatan kepada Pengadilan atas terbitnya sertifikat tersebut.

Sejumlah dalil lain sebagai dukungan gugatan juga disiapkan pihak penggugat, dan bahkan dalil-dalil yang diusung tersebut dimohonkan untuk diakui oleh pihak pengadilan.

Lalu bagaimana sikap dan pembelaan para Tergugat? Hingga ini ditulis, konfirmasi dari yang bersangkutan belum berhasil dikantongi. (red/laput/udin)

Tinggalkan Balasan