JOMBANG, TelusuR.ID – Pelaksanaan paket swakelola tipe 4 untuk kelangsungan rehab dan pembangunan gedung baru di sejumlah sekolah di Kabupaten Jombang tahun anggaran 2022, disinyalir menyisakan masalah hukum. Khususnya terkait pelaksanaan metode “penyedia dalam swakelola”.
Opini mulai terbelah. Sebagian pihak meyakini bahwa belanja bahan material seperti besi, semen, kayu, dan seterusnya pada swakelola tipe 4, harusnya dilakukan secara kontraktual untuk nilai di atas Rp 50 juta. Sedang pihak yang lain menyebut belanja boleh dilakukan sendiri oleh Komite Sekolah.
Pada pendapat yang menyebut belanja boleh dilakukan pihak Komite Sekolah, alasan yang dipakai adalah karena bahan material tidak termasuk barang. Juga, bahan material dianggap satu kesatuan dari kegiatan swakelola sehingga tidak perlu ada kontraktual.. Sedang pada pendapat perlu adanya kontraktual, hal ini karena bahan material termasuk kategori barang.
Sementara fakta lapangan menunjukkan, belanja bahan material pada swakelola tipe 4 di sejumlah sekolah di lingkungan Disdikbud Jombang, seluruhnya dikerjakan pihak Komite Sekolah. Ini berarti Disdikbud Jombang sebagai Pengguna Anggaran dan sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen memilih tafsir tidak ada penyedia dalam swakelola.
Pakar pengadaan barang dan jasa pemerintah, Samsul Ramli, melalui Chanel YouTube nya menegaskan bahwa belanja bahan material dalam kegiatan swakelola tetap mengacu pada ketentuan Perpres 12/2021. Itu artinya belanja bahan material di atas Rp 50 juta dan di atas Rp 200 juta harus dilakukan secara kontraktual (PL dan Tender).
Metode seperti itu, tutur Samsul Ramli, disebut metode penyedia dalam swakelola. Pemahaman ini merujuk pada pengertian bahwa bahan material tidak bisa diproduksi sendiri oleh Komite Sekolah. Tetapi perolehannya hanya bisa dilakukan dengan cara beli dari pihak ketiga. Dan itu masuk kategori penyedia. Karenanya metode ini disebut penyedia dalam swakelola.
Sementara itu ketentuan pada angka 6 poin 6.1.6 Lampiran Perlemb 3/2021 tentang persiapan pelaksanaan, pengawasan dan serah terima hasil pekerjaan swakelola tipe 4 menegaskan bahwa dalam hal swakelola diperlukan pengadaan barang melalui penyedia, maka pelaksanaannya dilakukan dengan berpedoman pada prinsip dan etika pengadaan barang.
Prinsip pengadaan barang dan jasa melalui penyedia sebagaimana ketentuan Perpres 12/2021, terbagi dalam sejumlah kategori. Untuk belanja dengan nilai paling banyak Rp 10 juta diperlukan nota, belanja hingga Rp 50 juta diperlukan kwitansi, diatas Rp 50 juta diperlukan SPK (kontraktual), dan di atas Rp 200 juta diperlukan Surat Perintah (Tender).
Sementara itu, sumber dilingkungan Disdikbud Jombang berpendapat, bahwa pengadaan bahan material dalam pelaksanaan swakelola tipe 4 tidak perlu melalui kontraktual untuk nilai di atas Rp 50 juta dan Rp 200 juta. Alasannya, bahan material tidak termasuk kategori barang, tetapi merupakan satu kesatuan dari paket swakelola itu sendiri.
“Misalnya pada kegiatan swakelola tipe 4 dibutuhkan barang seperti AC atau meja kursi, maka belanjanya dilakukan secara kontraktual. Tapi untuk kebutuhan bahan material seperti semen, pasir, besi, kayu, dan seterusnya, ya tidak perlu dilakukan kontraktual karena bahan material sifatnya iklud pada swakelola, “tuturnya saat ditemui diruang kerjanya.
Jika tarik menarik dua pendapat pada akhirnya bisa dimenangkan pakar pengadaan barang dan jasa Samsul Ramli, dan apalagi jika itu yang seharusnya berlaku, maka dugaan penyimpangan pada belanja bahan material swakelola tipe 4 di sejumlah sekolah dilingkungan Disdikbud Jombang, sungguh luar biasa kasat mata.
Selain menyimpang karena nihil kontraktual, dugaan penggelapan uang negara juga rentan terjadi. “Bukan rahasia umum setiap pembelian barang (bahan material seperti kayu, besi, semen, red) dalam jumlah besar pasti ada cashback. Dan jika itu tidak dikembalikan ke kas negara, maka itu setara dengan tindak pidana penggelapan, “tutur seorang sumber. (udin)