LAMONGAN, TelusuR.ID – Hutan untuk kesejahteraan rakyat, nampaknya masih sebatas jargon. Terbukti, pada hari Minggu (13/11/2022), sekitar 50 lebih warga desa Ganggang Tingan, Kabupaten Lamongan, melakukan aksi penolakan atas rencana KPH Jombang yang akan melakukan penanaman tebu di petak 151 seluas 21 hektar.
Penolakan dilakukan, karena warga yang tergabung dalam Pesanggem tersebut mengaku bahwa penanaman tebu di areal yang selama ini menjadi penyangga bagi hulu sungai lamong akan berdampak buruk pada lingkungan sekitar. Salah satunya, karena petak 151 itu berupa sebentuk lereng dengan kemiringan 30 derarat.
“Ini akan berdampak buruk bagi lingkungan sekitar, “keluh Setu, Ketua LMDH Ganggang Tingan, ditengah aksi demo. “Idealnya, tanaman tebu harus didukung curah hujan sebesar 2000 mm/per tahun, sedang di areal ini curah hujan hanya berkisar 1700 mm/per tahun. Lalu kekurangannya diambilkan dari mana? “tambah Setu.
Dalam orasinya, Setu meminta agar pembukaan lahan tebu pada petak 151 segera ditutup. Setelah melakukan orasi, warga meninggalkan lokasi petak 151 dan melanjutkan kegiatan dengan mendatangi kantor RPH (Resort Polisi Hutan) Tingan. Disana, Asper/KBKBH Ploso Timur, Jasmidi, yang merupakan perwakilan dari KPH Jombang sudah menunggu.
Menanggapi keluhan warga, Jasmidi mengatakan akan menampung setiap keluhan dan tuntutan dari warga. Hanya jika kerusakan lingkungan dijadikan alasan penolakan tanaman, kata Jasmidi, maka seluruh lahan seluas 88 hektar yang selama ini ditanami jagung oleh Pesanggem akan ditutup juga.
“Baik ditanami tebu maupun jagung, keduanya sama-sama berdampak pada lingkungan sekitar. Karenanya, jika tanaman tebu ditolak, maka atas nama keadilan, seluruh lahan yang sudah ditanami jagung akan ditutup juga, “tegas Jasmidi yang menurut warga dianggap sebagai bentuk “ancaman”.
Warga pun merespon. Jasmidi diminta menerbitkan berita acara penutupan lahan seluas 88 hektar yang sudah digarap Pesanggem sejak lama. Sayangnya Jasmidi berkelit dengan mengatakan bahwa untuk menerbitkan berita acara yang diminta warga, itu bukan kewenangannya.
“Kalau sudah ada berita acara kan enak. Kita tinggal meneruskan ke Kementerian Kehutanan dan Kementerian Lingkungan Hidup sebagai bentuk laporan dan pengaduan, “ujar Jali, perwakilan dari warga. “Sebaiknya jangan menvonis dulu. Silahkan diuji dengan mendatangkan ahli. Kalau ternyata tebu tidak berdampak buruk ya monggo, “tambah Jali.
Seorang aktivis lingkungan asal Lamongan menyebut, permasalahan ini muncul lebih dipicu akibat kebijakan Perhutani yang berniat menyokong arahan presiden terkait pangan. Hal ini terlihat dari Peraturan Menteri LHK Nomer: P-81/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016 tentang kerjasama penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan untuk mendukung ketahanan pangan.
Dalam kaitan itu, Perhutani telah mengandeng 7 mitra strategis antaralain PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PT WDM, PT GMM, PT URS dan PT KTM untuk pengembangan tanaman tebu dengan luas lahan yang diizinkan seluas 24813 hektar yang tersebar di 19 KPH Perum Perhutani.
Masih menurut aktivis tersebut, pada tahun 2021, lahan yang ditanam tebu mencapai luasan 574 hektar dan paling banyak dilakukan di KPH Jombang. Dimana pada musim tebang tahun ini Wamen I BUMN Pahala Mansyuri tercatat ikut hadir menyaksikan kegiatan tersebut.
Pada tahun 2022, luas lahan yang ditanami tebu mencapai kisaran 1758 hektar dengan mekanisme Agroforesty Tebu Mandiri (ATM) dan 3122 hektar dilakukan sinergi antara BUMN dengan PTPN Holding. Bagi KPH Jombang, tutur aktivis, program ATM ini seolah jadi andalan.
Dengan luas tanam mencapai 378 hektar pada 2021, tutur aktivis, pihak KPH Jombang mengklaim telah menyetor pendapatan sekitar Rp 15 milyar. Karenanya, pihak KPH Jombang terkesan memaksakan segala cara untuk memenuhi target yang dipatok. Salah satunya seperti yang dialami Pesanggem desa Ganggang Tingan.
“Pelaksanaan program ATM harusnya didahului sosialisasi terlebih dulu. Tapi tidak demikian dengan desa Ganggang Tingan. Pesanggem yang sejak lama beraktivitas dikawasan hutan tidak pernah diajak ngomong. Tiba-tiba petak 151 mau ditanami tebu. Anehnya, ketika diprotes, semua lahan malah mau ditutup. Tapi dimintai legalitas penutupan, tidak berani, “ujarnya. (Tik)