NGANJUK, TelusuR.ID – Pakar Pengadaan barang dan jasa Pemerintah, Samsul Ramli, dalam Chanel YouTubenya menegaskan, bahwa belanja bahan material (seperti semen, pasir, batu, bata, kayu, besi dan yang lain) pada swakelola tetap mengacu pada ketentuan Perpres 12/2021 tentang perubahan atas Perpres 16/2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Ketentuan itu, tutur Samsul Ramli, dikenal dengan sebutan “Penyedia dalam Swakelola”. Dimana pemahaman ini merujuk pada pengertian bahwa bahan material tidak bisa diproduksi sendiri oleh OPD, melainkan harus dibeli dari pihak ketiga. Dan cara seperti itu masuk kategori penyedia. Karenanya metode ini disebut penyedia dalam swakelola.
Penegasan Samsul Ramli selaras dengan ketentuan poin 6 angka 6.1.6 lampiran Perlemb (Peraturan LKPP) Nomer 3/2021 tentang pedoman swakelola. Dimana ditegaskan bahwa dalam hal swakelola diperlukan pengadaan barang melalui penyedia, maka pelaksanaannya dilakukan dengan berpedoman pada prinsip dan etika pengadaan barang.
Maksud dari berpedoman pada prinsip dan etika pengadaan barang adalah belanja dilakukan dalam 4 bentuk kontrak. Antaralain belanja bahan material dengan nominal paling banyak Rp 10 juta diperlukan bukti kontrak berupa Nota. Kemudian, belanja di atas Rp 10 juta hingga Rp 50 juta diperlukan bukti kontrak berupa Kwitansi.
Selanjutnya, belanja dengan nominal di atas Rp 50 juta hingga Rp 200 juta diperlukan bukti kontrak berupa SPK (Surat Perintah Kerja), atau dikenal dengan Pengadaan Langsung melalui rekanan. Serta belanja dengan nominal di atas Rp 200 juta diperlukan bukti kontrak berupa Surat Perintah (atau tender).
“Pertanyaannya, bagaimana pelaksanaan belanja bahan material pada swakelola tipe 1 Disdik Nganjuk? Sudahkah dilakukan kontraktual? atau dibelanjakan sendiri oleh Disdik selaku pelaksana? “ujar Sumber bertanya. Ia pun menyebut jika belanja dilakukan sendiri oleh Disdik, maka pelaksanaan swakelola DAK 2022 senilai Rp 50,6 milyar terancam cacat hukum.
Dituturkan Sumber, tujuan diberlakukannya mekanisme kontraktual (khususnya belanja di atas Rp 50 juta) pada belanja bahan material swakelola adalah dalam rangka memberi jaring pengaman dari kemungkinan tindak penggelapan uang negara. Dugaan penggelapan itu terutama merujuk pada hukum pasar yang dikenal dengan sebutan Cashback.
Yakni hukum tidak tertulis terkait mekanisme pasar yang jamak terjadi antara pembeli dan penjual. Secara singkat dapat dijelaskan, tutur Sumber, bahwa Cashback adalah sebentuk bonus atau potongan harga yang diberikan kepada pembeli karena nominal belanja yang besar. “Bukan rahasia umum, setiap pembelian dalam jumlah besar pasti ada cashback, “tegas Sumber.
“Berapa pun itu, nominal cashback harus dikembalikan ke kas negara. Jika uang cashback masuk kantong pribadi, maka tindakan tersebut dipastikan bentuk penggelapan uang negara, “tambahnya, seraya meminta Kadisdik Nganjuk untuk membuka nota belanja bahan material swakelola demi memastikan ada tidaknya cashback.
Dari total Rp 50,6 milyar nilai DAK pendidikan tahun 2022 untuk Disdik Nganjuk, tegas Sumber, jika saja terjadi cashback sebesar 3 persen, maka nominal yang terkumpul adalah Rp 1,5 milyar. Dan itu berpotensi digelapkan. Karenanya, tutur Sumber, untuk memastikan itu tidak terjadi, Kadisdik Nganjuk diminta transparan dengan cara membuka nota belanja. Bagaimana tanggapan Kadisdik Nganjuk? (red/din/bersambung)