NGANJUK, TelusuR.ID – Pelaksanaan paket Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan tahun anggaran 2022 oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Nganjuk diduga menyimpang. Ini karena DAK sebesar Rp 50,6 milyar yang dialokasikan untuk rehab dan pembangunan sarpras sejumlah SDN dan SMPN tersebut dilaksanakan secara swakelola tipe 1.
Merujuk ketentuan Peraturan LKPP (Perlemb) Nomer 3 Tahun 2021 tentang pedoman swakelola, tegas seorang sumber, yang dimaksud dengan Swakelola tipe 1 adalah pengadaan barang dan jasa yang direncanakan, dilaksanakan, serta diawasi sendiri oleh KLPD (Kementerian, Lembaga, dan Perangkat Daerah) selaku penanggungjawab anggaran.
“Ini artinya DAK dikerjakan sendiri oleh Disdik Nganjuk yang dibantu pihak sekolah. Maka pertanyaannya, apakah Disdik punya kompetensi (kemapuan tehnis) untuk mengerjakan paket tersebut? Bagaimana mungkin OPD yang didalamnya hanya berisi tenaga didik dan tenaga administrasi bisa mengerjakan proyek konstruksi? “nada sumber bertanya.
“Ini bukan saja soal salah kaprah, tapi saya juga melihat ada kesengajaan untuk menabrak aturan demi meraup keuntungan pribadi, “tambahnya. Karenanya, tegas sumber, Aparat Penegak Hukum perlu melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk yang keputusannya disinyalir merugikan negara itu.
Sumber menduga, tindakan “menabrak aturan” yang dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan Nganjuk itu lebih bermotifkan kepentingan ekonomi atau demi mengeruk keuntungan pribadi. Meski semua perlu pembuktian, namun metode swakelola tipe 1 cukup memberikan ruang untuk itu. Salah satunya adalah, tegas sumber, dari aspek belanja bahan material.
Dituturkan, kebutuhan bahan material (seperti semen, pasir, batu, bata, kayu, dan besi) pada swakelola tipe 1 umumnya dibelanjakan sendiri oleh pelaksana paket (dalam hal ini Disdik). Dengan mekanisme seperti itu, lanjut sumber, maka belanja bahan material dalam jumlah besar yang biasanya terjadi cashback (bonus atau potongan harga) akan masuk ke kantong pribadi.
Disisi lain, pelaksanaan swakelola tipe 1 yang dikerjakan oleh OPD seringkali terjadi bias. Yakni tidak murni dikerjakan pihak dinas, melainkan ada keterlibatan pihak rekanan dibalik itu.Tentu, praktik ini tidak akan kasat mata. Pihak rekanan cukup mengontrol pekerjaan dari jauh seraya membangun deal-deal tertentu dengan pihak dinas.
Sejauhmana dugaan penyimpangan bercorak cashbacak dan subkon proyek tersebut bisa dipastikan kebenarannya? Hingga berita ini ditulis, Senin (21/11/2022), konfirmasi dari pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk belum berhasil dikantongi. Juga, investigasi yang dilakukan Telusur.id belum sampai pada kesimpulan akhir.
Sebenarnya, tutur Sumber, DAK Fisik Bidang Pendidikan yang dilangsungkan secara swakelola memang sah. Pasal 8 ayat 2 Permendikbudristek 3/2022 tentang petunjuk operasional DAK 2022 adalah cantolannya. Hanya jika pilihannya adalah swakelola, lanjutnya, maka seharusnya bukan swakelola tipe 1 yang dipilih, melainkan swakelola tipe 2, tipe 3, atau tipe 4.
Pada swakelola tipe 2, tutur Sumber, pelaksanaan swakelola menjadi benar karena pelaksananya adalah OPD lain (biasanya Dinas Cipta Karya) yang dipastikan memiliki kompetensi tehnis. Sedang swakelola tipe 3 dan tipe 4 juga dipastikan benar, karena Ormas dan Pokmas dipastikan memiliki keterkaitan tupoksi atau sudah mengantongi kompetensi kegiatan.
Memang, lanjut Sumber, berdasarkan petunjuk operasional DAK Fisik Bidang Pendidikan 2022, pelaksanaan swakelola tipe 1 dimungkinkan adanya tenaga pendamping. Dan itu dimaksudkan agar pekerjaan konstruksi tidak keluar dari ketentuan. Namun demikian, sergah Sumber, kapasitas tenaga pendamping lebih kepada fungsi pengawasan, bukan tenaga tenaga ahli bidang konstruksi. (red/din).