SURABAYA, TelusuR.ID – Hingga berita ini ditulis, Minggu (25/09/2022), Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (SDABM) Pemkot Surabaya tercatat belum mengklarifikasi dugaan penyimpangan pada sejumlah paket PL dan swakelola tahun anggaran 2022 dan 2021. Padahal redaksi telah melayangkan surat konfirmasi sejak 13 September 2022.
Namun seseorang mengaku bernama Bagio dari DSDABM Pemkot Surabaya telah menghubungi TelusuR.ID dan mengatakan bakal mengirim klarifikasi via surat ke kantor redaksi, Jumat (23/09/2022). “Sudah (ditanggapi DSDABM, red). Sekarang dalam proses pengiriman, “tulis Bagio melalui sambungan WhatsApp.
Surat konfirmasi berita Nomer 021/Ped/TLSR/SKPI-Jmb/IX/2022 yang ditujukan kepada Kepala Dinas SDABM Pemkot Surabaya tersebut terbilang lama tidak mendapat tanggapan. Baru setelah 11 hari sejak surat dikirim, upaya klarifikasi dihembuskan. Itu pun sebatas pernyataan. Sehingga materi klarifikasi belum bisa diketahui.
Tentu menarik ditunggu penjelasan dari DSDABM Pemkot Surabaya. Terutama terkait pelaksanaan paket tahun anggaran 2021 yang terbilang sudah terserap. Dan itu berbeda dengan paket 2022 yang masih dalam tahun berjalan. Dimana kekeliruan berbasis sistemik ataupun human error, misalnya, masih terbuka untuk dibenahi.
Hingga hari Sabtu (24/09/2022) kemarin, pantaun dilapak lembaga otoritas pengadaan barang dan jasa pemerintah masih menunjukkan data yang sama. Sebanyak 36 paket swakelola tipe 1 tahun 2021 yang mencapai pagu Rp 10,5 milyar masih bertengger ditempatnya. Dengan demikian paket terbilang sudah terserap karena sudah melewati tahun anggaran.
Seorang Pegiat LSM menyebut, rilis paket tahun 2021 pada lapak lembaga otoritas yang hingga hari ini belum terhapus, merupakan sebentuk produk hukum yang tidak bisa sembarangan dibantah. Alasan klasik semisal terjadi salah upload data atau terjadi kasus salah ketik, tuturnya, sama sekali tidak bisa dijadikan pembenar.
Alasannya, lanjut Pegiat LSM, karena konstruksi hukum negara telah menempatkan lembaga otoritas pada posisi yang cukup vital sebagai pengejewantah Perpres 12/2021 tentang Perubahan Atas Perpres 16/2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah. Dan itu termaktub pada angka 1 dan angka 6 pasal 1 Perpres 12/2021.
Yang antaralain menegaskan, lanjutnya, bahwa Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan Instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-undang Dasar tahun 1945 atau Peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedang LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan barang dan Jasa Pemerintah) adalah lembaga pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah. “Karenanya LKPP adalah lembaga otoritas. Dan rilis data paket pada lapak lembaga otoritas adalah produk hukum, “tegasnya.
Ia menuturkan, sejauh ini banyak pihak yang masih menganggap enteng posisi LKPP sebagai lembaga otoritas bidang pengadaan barang dan jasa pemerintah. Terutama lapak sirup yang berisi daftar rencana paket. “Sirup LKPP cenderung dipahami sekedar rencana kegiatan yang tidak mengikat. Padahal pandangan seperti itu salah, “pungkasnya. (din)