SURABAYA, TelusuR.ID – Sumberdaya alam bidang kelautan dan perikanan yang dimiliki Provinsi Jawa Timur terbilang cukup melimpah. Dengan mengantongi garis pantai sepanjang 3.498,12 KM dan 430 pulau-pulau kecil, dimana 3 diantaranya merupakan pulau terluar yang berada di Kabupaten Trenggalek dan Kabupaten Jember, maka Jawa Timur termasuk Provinsi dengan potensi sumber daya alam cukup menjanjikan.
Karenanya, Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) berkepentingan untuk mendayagunakan potensi tersebut sebagai penopang perekonomian masyarakat, utamanya kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir. Hanya dalam perjalanannya, upaya ke arah itu tidak semudah membalik telapak tangan. Sejumlah isu seperti destructive fishing terus membayangi ikhtiar Pemprov Jatim.
Tidak hanya destructive fishing (penggunaan bahan peledak, potasium, dan penyetruman), sejumlah tindak ilegal lain seperti pelanggaran jalur penangkapan ikan, penggunaan alat penangkap ikan yang tidak ramah lingkungan, serta usaha penangkapan ikan tanpa dilengkapi dokumen perizinan, juga menjadi penghambat upaya optimalisasi sumber daya dikelautan dan perikanan tersebut.
Karena itu sebagai upaya meminimalisir pelanggaran yang berlangsung diberbagai daerah, DKP Jatim melakukan sejumlah terobosan. Salah satunya adalah mengoptimalkan pengawasan berbasis masyarakat dalam hal ini Pokmaswas (Kelompok Masyarakat Pengawas) yang saat ini jumlahnya mencapai 398 kelompok di seluruh Jawa Timur.
Tugas Pokmaswas adalah mendengar, melihat, dan melaporkan tindak pelanggaran penangkapan ikan (atau pidana perikanan) kepada petugas yang menangani bidang kelautan dan perikanan, atau melaporkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) atas setiap pelanggaran yang terjadi di daerah masing-masing.
Upaya optimalisasi peran Pokmaswas oleh DKP Jatim juga sekaligus dalam rangka mengejewantah amanat undang-undang Nomer 45/2009 tentang perubahan atas undang-undang Nomer 31/2004 tentang perikanan, dimana pasal 67 secara eksplisit menyebut bahwa masyarakat dapat dilibatkan dalam usaha membantu pengawasan perikanan.
Kedudukan Pokmaswas juga diperkuat oleh Undang-undang Nomer 1/2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomer 27/2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Dimana pasal 36 ayat 6 menegaskan bahwa masyarakat dapat berperan serta dalam pengawasan dan pengendalian pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Peran penting Pokmaswas juga merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomer 58/2001 tentang tata cara pelaksanaan sistem pengawasan masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Karena itu DKP Jatim melangsungkan sosialisasi disejumlah Kabupaten/Kota sebagai upaya optimalisasi pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan.
Selain untuk meningkatkan peran Pokmaswas dan sekaligus memberi motivasi kepada masyarakat pesisir dan nelayan yang perduli atas kelestarian dan nilai manfaat sumberdaya kelautan dan perikanan, sosialisasi juga dimaksudkan untuk memperkuat kelambagaan Pokmaswas yang tersebar diberbagai Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
Untuk mendukung kelangsungan kinerja pengawasan, DKP Jatim telah membangun sedikitnya 21 Pos Kemananan Kelautan dan Perikanan Terpadu (Poskamladu) yang anggotanya terdiri dari TNI AL dan atau Polairud yang tersebar disejumlah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Dengan demikian sinergitas pengawasan oleh 3 pilar (TNI AL, Pokmaswas, DKP) bisa terjalin apik dan mampu meminimalisir tindak pidana perikanan. (*)