SURABAYA, TelusuR.ID – Bagaimana BPBD Jatim melangsungkan belanja mamin swakelola tipe 1 yang mencapai pagu Rp 2 milyar lebih tersebut? apakah dilakukan dengan cara menghadirkan juru masak karena swakelola tipe ini harus dikerjakan sendiri? Jika benar demikian, misalnya, lalu berapa besaran ongkos untuk juru masak? Juga, berapa alokasi anggaran untuk pemenuhan bahan-bahan makanan? Tak kalah penting, bagaimana isian SPJ mamin ditulis?
Ataukah, mamin yang berupa pengadaan nasi kotak dan kue kotak itu justru dibeli dari pihak ketiga seperti rumah makan, perusahaan catering, warung, atau bahkan Jatim Bejo yang merupakan lapak online milik Pemprov Jatim? Jika ini yang terjadi, lalu siapa saja pihak penyedia yang dipilih? Bagaimana nota belanja berbunyi? Dan terakhir, apa saja pilihan menu yang sudah terbeli?
Pertanyaan-pertanyaan itu memang belum terjawab. Setidaknya oleh BPBD Jatim. Meski hanya pertanyaan remeh, tegas sumber, tapi hal itu penting dilontarkan sebagai jaring pengaman dugaan tindak korupsi. Terutama pada pertanyaan terakhir, yakni menu apa saja yang sudah terbeli. Pada pertanyaan ini, tutur sumber, aroma Mark up atau dugaan manipulasi anggaran diyakini bakal tercium tajam.
Sebut saja misalnya, lanjut sumber, paket mamin dengan kode RUP 25608286. Paket mamin FGD Pembentukan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana pada APBD 2021 yang dipagu Rp 663.600.000 ini disebut untuk pemenuhan 8400 nasi kotak dan kue kotak. Ini artinya satu nasi kotak dipatok Rp 44 ribu, dan satu kue kotak dipatok Rp 35 ribu. Dan itu sesuai dengan ketentuan Pergub Jatim tentang harga mamin tahun anggaran 2021.
Paket serupa juga berlangsung pada perhelatan APBD 2022. Yakni mamin rapat pembentukan desa/kelurahan tangguh bencana. Paket dengan kode RUP 28144269 yang dipagu Rp 562.800.000 ini disebut untuk kebutuhan nasi kotak dan kue kotak sebanyak 8800 item. Itu artinya harga mamin dipatok dibawah standar Pergub. Dan itu sah, karena harga Pergub merupakan harga maksimal. Paket ini disebut berlangsung pada rentang Januari hingga Maret 2022.
“Maka pertanyaannya adalah menu apa saja yang sudah terbeli pada paket tersebut? “nada sumber bertanya. Ia menuturkan, dengan diketahui jenis menu yang terbeli, maka validasi pasar bisa dilakukan untuk memastikan terjadi Mark up harga atau tidak. “Dari jenis menu bisa diketahui apa benar satu nasi kotak dibeli seharga Rp 44 ribu, dan satu kue kotak dibeli seharga Rp 35 ribu, “tegasya.
Sumber meyakini bahwa nasi kotak dan kue kotak yang selama ini beredar dilingkungan birokrasi tidak sampai menembus harga Rp 79 ribu. Meski diakui hanya klaim sepihak, tapi dia cukup senang jika dilakukan validasi. “Sebut saja misalnya mamin swakelola tipe 1 BPBD Jatim terjadi selisih harga Rp 10 ribu per paket dengan harga pasar (atau 13% dari Rp 2 milyar), maka potensi dugaan Mark up mencapai Rp 260 juta, “ujarnya.
“Untuk menghindari klaim sepihak, sebaiknya pihak BPBD Jatim tidak keberatan dilakukan validasi pasar. Apalagi ini soal anggaran negara yang memang perlu keterbukaan, “tambahnya. Dituturkan, selama ini paket mamin jarang mendapat perhatian banyak pihak termasuk oleh Inspektorat dan BPK. Bahkan dalam kurun sepuluh tahun terakhir tidak satu pun kasus mamin yang mencuat ke permukaan. “Mungkin dipikirnya hanya mamin, “ujarnya. (din)