SURABAYA, TelusuR.ID – Pelaksanaan paket swakelola oleh Inspektorat Jatim tahun anggaran 2021 juga diduga bermasalah. Ini karena sejumlah belanja mamin dan belanja BBM (Bahan Bakar Minyak) dimasukkan dalam metode swakelola 1. Termasuk, sejumlah paket kursus singkat/pelatihan TW.
Data yang dihimpun menunjukkan, pada 2021, Inspektorat Jatim sedikitnya telah melaksanakan 16 paket swakelola tipe 1 yang diduga bermasalah. Dari 16 paket dimaksud, 2 diantaranya adalah paket kursus singkat/pelatihan, kemudian 2 paket mamin rapat, serta 12 paket belanja BBM (Bahan Bakar Minyak dan Pelumas).
Dua paket mamin rapat yang disinyalir menabrak aturan itu sejatinya hanya bernilai pagu cukup kecil. Yakni masing-masing Rp 650 ribu. Hanya masalahnya, paket bertajuk belanja mamin rapat TW III dan TW I (kode RUP 26574904 dan 26574874) itu dilaksanakan dengan metode swakelola tipe 1. “Ini jelas tidak masuk akal, “sergah sumber berlatar pegiat LSM.
Merujuk Peraturan LKPP 8/2018 tentang pedoman swakelola, tepatnya pasal 1 angka 2 ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan swakelola adalah cara memperoleh barang dan jasa dengan cara dikerjakan sendiri oleh KLPD (Kementerian, Lembaga, Perangkat Daerah). Sedang pasal 3 huruf a menyebutkan, swakelola tipe 1 adalah swakelola yang direncanakan, dikerjakan, serta diawasi oleh KLPD sebagai penanggungjawab anggaran.
“Jika mamin dilakukan lewat swakelola tipe 1, itu artinya Inspektorat bertindak selaku juru masak. Bagaimana mungkin itu terjadi? andai saja itu bisa dilakukan, sebut saja menyewa juru masak misalnya, tapi secara kompetensi (bidang tugas kedinasan) jelas tidak nyambung. Inilah yang saya sebut tidak masuk akal. Karena itu belanja mamin harusnya melalui Pengadaan Langsung, bukan swakelola tipe 1, “ujarnya.
Begitu pun dengan 2 paket belanja kursus singkat/pelatihan TW I dan III yang masing-masing dipagu Rp 40 juta dan Rp 60,5 juta. Paket dengan kode RUP 26582209 dan 26582215 ini terbilang tidak masuk akal karena dilaksanakan lewat pintu swakelola tipe 1.
“Jika dilakukan lewat swakelola tipe 1, maka tenaga pemateri atau ahli yang memberikan pelatihan adalah pihak Inspektorat sendiri. Ini juga tidak masuk akal. Selain kompetensinya dipertanyakan, juga untuk apa kegiatan yang digawangi orang dalam itu disebut kursus atau pelatihan? Seharusnya bukan swakelola tipe 1, tapi masuk swakelola tipe 2, “tegas sumber.
Selanjutnya adalah soal pengadaan atau belanja bahan bakar minyak dan pelumas. Berdasarkan data sirup LKPP 2021, sedikitnya Inspektorat Jatim telah melangsungkan 12 paket belanja BBM dengan pagu mulai Rp 5 juta, 10 juta, Rp 37,5 juta, Rp 45,5 juta, dan tertinggi Rp 57,5 juta. Pengadaan BBM ini disebut untuk memenuhi kebutuhan TW I hingga TW IV. Tercatat, paket ini juga dilangsungkan lewat swakelola tipe 1.
“Berdasarkan Peraturan LKPP 5/2021, pengadaan BBM harusnya masuk paket yang Dikecualikan. Atau setidaknya Pengadaan Langsung. Yang jelas bukan swakelola tipe 1. Karena jika diswakelola 1, maka Inspektorat harus sanggup memproduksi BBM sendiri. Memangnya bisa apa? Jika ternyata BBM didapatkan dengan cara membeli dari pihak ketiga atau penyedia, lalu kenapa paket ini disebut swakelola tipe 1? “nadanya bertanya.
Terhadap dugaan penyimpangan yang muncul, sumber pun menduga, ada kemungkinan praktik seperti itu sengaja dilakukan. “Saya melihat motif ke arah itu dimungkinkan terjadi. Karena jika paket dilangsungkan lewat swakelola tipe 1, maka selain tidak ada batasan nilai pagu, juga pihak OPD bisa leluasa mengatur harga transaksi. Bukan rahasia umum bahwa setiap pembelian dalam jumlah besar biasanya disediakaan bonus atau potongan harga. Hanya semua memang perlu pembuktian, “pungkasnya. (din).