SURABAYA, TelusuR.ID – Paket belanja makanan dan minuman (mamin) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2020 hingga 2021 disinyalir menyimpang dari ketentuan. Dugaan itu, sebut seorang sumber, sedikitnya bisa dilihat pada dua aspek.
Yang pertama, tuturnya, paket belanja mamin dilaksanakan dengan metode swakelola tipe 1. Sedang aspek kedua, lanjutnya, dari sekian paket mamin yang berlangsung selama dua tahun anggaran, nyaris tidak ditemukan harga satuan dasar atau harga satuan barang yang baku.
“Tidak pernah jelas, berapa sebenarnya harga yang dipatok Disbudpar Jatim untuk satuan nasi kotak dan satuan kue kotak. Dari sekian paket belanja mamin yang ada, hampir tidak ditemukan satu keseragaman harga atau standarisasi harga satuan untuk nasi kotak dan kue kotak. Ini bukan saja terlihat aneh, tapi juga berpotensi merugikan keuangan negara, “tegas sumber berlatar pegiat LSM kepada TelusuR.ID, pekan lalu.
Ia lantas menyitir sejumlah paket mamin Disbudpar Jatim sebagai penguat dugaan penyimpangan. Antara lain adalah, sebutnya, paket belanja mamin rapat (kode RUP 25280702), yang di pagu senilai Rp 5.900.000. Paket tersebut berisi belanja 100 nasi kotak dan 100 kue kotak (10 orang kali 10 kegiatan rapat). Sehingga harga satu nasi kotak ditambah satu kue kotak adalah Rp 59.000.
“Lalu berapa sebenarnya harga satuan untuk nasi kotak dan kue kotak? “nadanya melempar tanya. Sebagai pembanding, lanjut sumber, pada paket mamin yang lain, yakni paket dengan kode RUP 25280889, yang di pagu Rp 4.600.000. Paket ini berisi belanja nasi kotak dan kue kotak sebanyak 50 porsi (10 orang kali 5 kegiatan rapat). Sehingga harga satu nasi kotak ditambah satu kotak adalah Rp 92.000.
Tidak hanya itu, lanjut sumber, paket mamin rapat dengan kode RUP 25281169, dan di pagu Rp 9.875.000, ini juga memunculkan harga satuan yang berbeda. Yakni satu paket nasi kotak dan kue kotak dipatok seharga Rp 79.000. Selanjutnya, tandas sumber, paket mamin dengan kode RUP 25334988 yang di pagu Rp 17.952.000, juga memunculkan harga satuan berbeda. Khusus paket ini, harga satu porsi nasi kotak mencapai Rp 44 ribu.
“Itu belum termasuk sejumlah paket mamin yang hanya menyebut besaran pagu tanpa ada penjelasan jumlah porsi makanan. Yang pasti, dari sekian paket mamin yang dirilis Disbudpar pada tahun anggaran 2021, nyaris tidak ditemukan standarisasi harga satuan mamin sebagaimana Surat Keputusan (SK) Gubernur Jatim. Jika kasus beda harga tersebut tidak segera ada penjelasan, maka dugaan tindak penyimpangan itu bisa jadi benar adanya, walau semua perlu diuji, “ujar sumber.
Sedang aspek kedua yang menjadikan mamin Disbudpar Jatim terduga menyimpang adalah, tutur sumber, karena paket dilaksanakan dengan metode swakelola tipe 1. Hal ini, lanjut sumber, jelas menabrak ketentuan Peraturan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan barang dan jasa Pemerintah) nomor 8/2018 tentang pedoman swakelola.
Pada pasal 1 angka 2 (dua) Peraturan LKPP 8/2018 ditegaskan, bahwa yang dimaksud dengan swakelola adalah cara memperoleh barang dan jasa dengan cara dikerjakan sendiri oleh KLPD (Kementerian, Lemabaga, dan Perangkat Daerah). Sedang pasal 3 huruf a menegaskan, swakelola tipe 1 adalah swakelola yang direncanakan, dilaksanakan, dan diawasi KLPD sebagai penanggungjawab anggaran.
“Pilihan diksi bahwa swakelola adalah cara memperoleh barang dan jasa dengan cara dikerjakan sendiri, itu memuat makna tidak boleh dikerjakan pihak lain. Jadi, jika mamin dilaksanakan dengan swakelola tipe 1, maka itu artinya Disbudpar Jatim bertindak selaku juru masak. Apa itu mungkin terjadi? Lebih tepatnya, apa Disbudpar punya bidang tugas urusan masak memasak? Sehingga apa pun dalihnya, jika mamin tetap dipaksakan lewat swakelola tipe 1, itu jelas salah, “yakin sumber.
Kepastian soal sejumlah paket mamin Disbudpar Jatim dilaksanakan lewat metode swakelola tipe 1, tegas sumber, itu bisa dilihat pada laman resmi sirup LKPP mulai tahun anggaran 2020 hingga 2021. M
[06.22, 6/12/2021] Bang Udin: Menurutnya, informasi yang tersaji pada sirup LKPP adalah sebentuk produk hukum yang tidak boleh diragukan. Ini karena Perpres 16/2018 yang telah di perbarui dengan Perpres 12/2021 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah telah dengan tegas menyebut, bahwa LKPP adalah lembaga otoritas non kementerian untuk urusan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Sejauh ini banyak Dinas atau instansi pemerintah lainnya mengaku bahwa isian data yang mereka lakukan pada sirup LKPP sering terjadi kasus salah ketik atau salah input data. Sehingga pada posisi itu, sirup LKPP sering di kesampingkan. Dan itu sah-sah saja sebagai bentuk pembelaan sepihak. Tetapi dari sisi konstruksi hukum positif, harusnya tidak boleh siapa pun menisbikan posisi LKPP. Jika itu dilakukan, maka sama saja dengan menolak keberadaan Perpres dan perundangan yang lebih tinggi, “pungkasnya.
Hingga berita ini ditulis, (06/12/2021), TelusuR.ID belum berhasil mendapat konfirmasi dari Disbudpar Jatim. Pada pekan lalu, Kasubag Keuangan Disbudpar Jatim Sujoko, saat dikonfirmasi via sambungan whatsapp, mengaku masih giat luar kota dan meminta agar konfirmasi berita ditujukan kepada Pejabat Pengadaan Disbudpar, yaitu Slamet. TelusuR.ID dan dua media online lain, yakni Suarapublik.com dan Portalnasional.com, berupaya membuat janji dan menemui Slamet di kantor dinas, namum hingga saat ini upaya tersebut belum menuai hasil. (din)