JOMBANG, Telusur. ID – Setiap 22 Oktober seluruh santri di Indonesia memperingati Hari Santri Nasional. Sejak Presiden Joko Widodo mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015, Hari Santri Nasional selalu dirayakan setiap tahunnya. Pada tahun ini, peringatan Hari Santri Nasional kembali dirayakan.
Beragam tema dan kegiatan mewarnai gempita peringatan ini. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU) Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang yang menggelar upacara peringatan Hari Santri di lapangan LDII Wonosalam, Jumat (22/10/2021).
Hadir dalam upacara itu, beberapa pengurus MWCNU dan badan otonom NU Wonosalam, Camat Wonosalam, Ketua LDII, perwakilan Pemuda Pancasila.
Bertindak sebagai Pembina Upacara, Kyai Wahyu Maretno Wibowo menyampaikan, Hari Santri adalah milik semua elemen bangsa Indonesia. Mereka saat ini sudah semestinya memperingati sekaligus meneladani perjuangan yang telah dilakukan para kiai dan santri dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
“Secara umum, setelah penetapan keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2015 dikeluarkan maka otomatis momentum besar ini menjadi milik kita bersama, bukan milik satu golongan dan kita manfaatkan bersama untuk meneladani perjuangan para ulama dan santri dalam menumbuhkan semangat juang membangun agama serta Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ungkapnya.
Karena itu, Ketua MWCNU Wonosalam ini menegaskan, berbagai organisasi kemasyarakatan di Indonesia sudah seharusnya turut serta memperingati Hari Santri. Di Wonosalam, selain NU dan sejumlah badan otonomnya, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) dan Pemuda Pancasila bersama-sama juga menyemarakkan Hari Santri dengan mengikuti upacara.
Dengan mengadakan peringatan ini bersama ormas lain di wilayah Kecamatan Wonosalam, ada manfaat lain sehingga bisa merekatkan hubungan antar organisasi untuk bersinergi menegakkan ajaran-ajaran agama dan menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Tantangan yang dihadapi bangsa cukup kompleks.
Termasuk di dalamnya adalah santri. Karena itu, santri saat ini tidak cukup hanya mendalami kitab kuning, literatur lain yang dapat memperkaya wawasan perlu juga dipelajari. “Saya berharap kepada para santri agar memperkuat dirinya tidak hanya dengan kitab-kitab kuning saja, tetapi juga dengan literasi walau itu berhaluan kiri sekalipun. Karena tantangan zaman ke depan semakin rumit,” ungkap pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren MDQ Galengdowo ini. (yap)