JOMBANG, TelusuR.ID – Paket pengadaan barang dan jasa Pemerintah tahun anggaran 2021 di salah satu OPD Pemkab Jombang diduga menguap hingga kisaran Rp 100 juta lebih.
Hingga berita ini ditulis, Kepala OPD terkait belum bersedia memberi klarifikasi. “Tanyakan ke pak Sekdin (Sekretaris Dinas, red), “tulis Kepala OPD melalui chat whatsapp, Kamis (21/10), kepada TelusuR.ID.
Sedikitnya, dugaan itu bisa dilihat pada daftar paket yang diunggah dilaman resmi Lembaga Otoritas non Kementerian urusan pengadaan barang dan jasa Pemerintah.
Pada rilis itu, dari 29 paket sejenis yang diunggah, hanya satu paket saja yang dilengkapi detail kegiatan. Yakni paket senilai pagu Rp 88,6 juta dengan volume lebih dari seribu digit. Pada paket ini, harga satuan bisa diketahui.
Sedang 28 paket lainnya tercatat tanpa detail deskripsi, melainkan hanya keterangan global. Sehingga publik dibuat bingung. Karena 28 paket hanya disebutkan nilai pagu tanpa keterangan detail volume. Hingga berita ini ditulis, Sabtu (23/10), belum diketahui apa alasan OPD tersebut melakukan hal demikian.
Juga, belum diketahui apakah 29 paket sudah terserap semua atau ada yang dibatalkan. Namun apa pun itu, sergah sumber, model rilis paket tanpa detail deskripsi seperti itu, bisa dibilang bentuk kameflase jahat dalam rangka memanipulir penyerapan uang negara.
29 paket kegiatan yang dilangsungkan lewat pintu Pengadaan Langsung (PL) tersebut tercatat menyedot anggaran APBD hingga Rp 545 juta. Merujuk harga satuan yang dipatok, tegas sumber, jika saja antara pagu dan harga lapangan terjadi selisih Rp 10 ribu per item, maka uang negara yang menguap mencapai kisaran Rp 100 juta lebih.
“Beberapa kasus menyebutkan, seringkali harga pembelian berada jauh dibawah pagu dengan selisih antara Rp 10 ribu sampai Rp 15 ribu. Angka selisih itu tidak masuk silpa, tapi justru menguap entah kemana. Nah, sejauh pihak OPD bersedia menunjukkan dokumen belanja atau nota pembelian, maka dugaan itu berpeluang untuk terbantahkan, “tegas sumber seraya mengaku tidak yakin pihak OPD berani buka data.
Sebelumnya, TelusuR.ID juga mendapati praktik serupa yang berlangsung pada OPD Pemkab Jombang yang lain. Saat itu, data lapangan yang dihimpun menunjukkan bahwa antara pagu dan belanja lapangan terjadi selisih sekitar Rp 15 ribu per item.
Ketika pihak OPD diminta menunjukkan nota belanja untuk dikonfirmasikan kepada pihak penyedia, atau sedikitnya dilakukan validasi dengan harga pasar, ternyata permintaan tersebut tidak pernah bisa dipenuhi. Ada apa?… (bersambung/din)