JOMBANG, TelusuR.ID – Wakil Direktur RSUD Jombang, Jatmiko, menjelaskan bahwa paket PL (Pengadaan Langsung) dengan pagu jumbo yang ada diinstansinya hanyalah angka glondongan. Angka tersebut merupakan gabungan pagu sejumlah kegiatan sejenis yang direncanakan dalam setahun. “Jadi tidak benar ada PL jumbo (lebih dari Rp 200 juta, bahkan menembus milyar rupiah) di RSUD Jombang, “tegasnya saat ditemui TelusuR.ID diruang kerjanya, Jumat (17/9).
Ia menuturkan, “Sebut saja misalnya PL pada belanja alat laborat yang mencapai pagu hingga Rp 7,4 milyar. Itu tidak berarti satu paket PL dipagu senilai tersebut. Tapi itu hanya rencana pengadaan dalam setahun dengan pelaksanaaan tetap mengacu pada Perpres. Jadi angka tersebut masih bersifat glondongan yang belum tentu terserap semua karena masih berupa pagu, “tuturnya.
Lebih jauh dijelaskan, dari angka Rp 7,4 milyar itu, nantinya akan diekskusi per kegiatan dengan pagu paling banyak Rp 200 juta. Sehingga jumlah PL pada kegiatan tersebut bisa mencapai puluhan paket. Berbeda dari OPD Pemkab, tuturnya, pelaksanaan PL RSUD Jombang lebih bersifat situasional. Artinya pelaksanaan paket tidak didasarkan pada jadwal baku, tetapi menyesuaikan pada kebutuhan yang ada.
Ketika disinggung soal mekanisme pengadaan barang yang lazimnya dilakukan lewat epurchasing atau tender sebagaimana ketentuan Perpres, Jatmiko menegaskan bahwa pilihan tersebut sulit dilaksanakan oleh RSUD Jombang. Ukurannya, tegas dia, karena kebutuhan pengadaan barang tidak bisa dijadwal. “Kebutuhan pengadaan lebih banyak didasarkan pada petunjuk dokter. Dan itu munculnya bisa sewaktu-waktu. Jadi tidak mungkin bisa dilakukan epurchasing atau tender, “urainya.
Tidak hanya itu, lanjut Jatmiko, selain pagu masih bersifat glondongan, paket tersebut juga masih bersifat rencana kegiatan. Hal itu sama sekali berbeda dengan pengadaan di OPD ((dinas) Pemkab Jombang. Menurutnya, jika di OPD anggaran tersedia dulu baru dibuat rencana pengadaan, sedang di RSUD Jombang terjadi sebaliknya. Yakni rencana pengadaan dibuat tanpa kesiapan anggaran.
Perbedaan itu terjadi, tuturnya, karena RSUD Jombang sudah berstatus BLUD. Sehingga sumber anggaran harus ditopang secara mandiri dengan sedikit tambahan dari DAK. “Setiap bulan kami harus mengeluarkan gaji kepada 1500 pegawai di berbagai tingkatan. Sementara sumber anggaran lebih banyak mengandalkan hasil layanan rumah sakit. Sehingga anggaran kami fluktuatif, dan rencana pengadaan itu tidak selalu dibarengi dengan kesiapan anggaran, “pungkas Jatmiko. (redaksi)